Meluruskan Jarum Hati dalam Menuntut Ilmu

Oleh: Husna Hisaba Kholid (Ketua Umum IPP)
“Biarlah Allah Swt. kelak yang akan memuliakan kita karena lurusnya niat kita. Ia tidak akan menelantarkan begitu saja hamba-Nya yang mengabdi tulus kepada-Nya. Ia itu pemilik segala ilmu, maka Ia pula yang berwenang menjadikan kita manusia yang berilmu .Ia itu yang Maha Kaya, maka Ia pula yang berwenang menjadikan kita sebagai hamba yang kaya. Ia yang Maha Benar, maka Ia pula yang tau ilmu kita ini berada pada jalan kebenaran atau kesesatan”
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (Q.S Al-Kahfi : 110)
            Niat mengharap ridha Allah Swt. dalam menuntut ilmu, menjadi perhatian utama bagi para pelajar muslim. Bagaimana tidak, ia itu (niat) menjadi pondasi pertama yang akan menguatkan bangunan selanjutnya dalam proses belajar. Jika pondasi ini tidak baik maka , ia takan mampu menciptakan suatu bangunan yang baik dalam proses belajar. Dalam sebuah syair dikatakan.
“Sebuah rumah takan dibangun kecuali dengan suatu pondasi
                                    Dan takan ada pondasi jika bangunan itu tidak hendak dibangun[1]
            Meluruskan jarum hati (niat) dalam menuntut ilmu adalah perkara yang tidak mudah.  “Tidak ada sesuatu pun yang paling berat untuk aku tangani selain dari pada niatku”[2] begitulah ungkapan perasaan Sufyan Ats-Tsauri (716-768 M) seorang ulama hadits yang lahir di kufah berkenaan dengan niat. Pernyataan tersebut menunjukan betapa pentingnya niat bagi seorang pelajar. Seorang ulama besar seperti Sufyan Ats-Tsauri saja merasa berat dalam meluruskan niat, apalagi kita yang banyak kekurangan dan kelemahan ini?.
            Sebenarnya Rasulullah saw. telah mengingatkan kita semua agar tidak salah niat dalam menuntut ilmu. Ia bersabda,
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk meremehkan orang-orang bodoh, atau untuk mendebat para ulama, atau untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk ke dalam neraka.” (H.R Ibnu Majah bab al-intifa’i bi ‘l-‘ilmi wa ‘l-‘amali bihi no. 249)
Maka dari itu, mesti saatnya bagian seorang pelajar muslim bertanya kepada hati kecilnya, untuk apakah ia mencari ilmu? Untuk keridhaan Allah Swt. kah? Atau karena untuk popularitaskah? Atau mungkin karena ingin mengharapkan pengakuan masyarakat, bahwa ia adalah orang yang paling pintar di lingkungannya?. Na’udzubillahi min dzalik, kita semua berlindung kepada Allah Swt. dari semua itu.
Secara tidak langsung Allah Swt. telah mengingatkan kita agar ibadah kita semua hanya diperuntukan kepadanya, khususnya menuntut ilmu. Allah Swt. berfirman.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..” (Q.S Al-Bayyinah : 5)
                “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Q.S Al-Qashas : 88)
            Kebaikan-kebaikan yang kita miliki saat ini, seperti kepintaran, ketampanan dan kekayaan, itu semua akan binasa. Hanya satu yang tidak akan binasa yaitu Allah Swt[3]. lalu apakah makna kehidupan ini semua? Jika semuanya ini akan binasa?. Yah, memang benar semua amal manusia itu akan binasa dan rusak. Namun, jika amal itu benar dilakukan hanya karena Allah Swt. Maka, Allah akan membalas amal-amal kebaikannya itu dengan pahala yang berlipat-lipat ganda  di sisi Allah Swt. serta berbagai kenikmatan yang akan ia dapatkan kelak di surga. Allah Swt berfirman.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah  gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia” (Q.S Al-Anfal : 2-4)
“...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Mujadilah : 11)
            Al-Qurthubi mengenai ayat tersebut (Al-Mujadilah : 11) menyatakan, “Maksudnya ialah ganjaran kelak di akhirat dan kemuliaan di dunia, dengan itu, Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dibandingkan orang yang tidak beriman dan mengangkat derajat orang yang berilmu dari pada orang yang tidak berilmu”[4]
            Muhammad Sa’id bin Raslan berkata, “Ilmu adalah salah satu bentuk ibadah dari ibadah-ibadah kepada Allah Swt. Ia (ilmu) juga ialah salah satu bentuk Taqarrub dari Taqarraub-taqarrub kepada-Nya. Jika bersih niatnya maka diterima dan bersihlah ilmunya sehingga menjadi keberkahan baginya. Namun, jika niatnya itu bukan karena Allah Swt. rusak dan binasalah ilmu itu hingga merugilah ia. Seringkali niat-niat yang rusak itu mampu menghilangkan ilmu, sehingga sia-sialah usahanya itu”[5]
            Mengharapkan suatu kehormatan kepada seorang manusia seperti popularitas, jabatan dan harta, hanya memberikan kehinaan bukan kemuliaan bagi seorang pelajar. Biarlah Allah Swt. kelak yang akan memuliakan kita karena lurusnya niat kita. Ia tidak akan menelantarkan begitu saja hamba-Nya yang mengabdi tulus kepada-Nya. Ia itu pemilik segala ilmu, maka Ia pula yang berwenang menjadikan kita manusia yang berilmu .Ia itu yang Maha Kaya, maka Ia pula yang berwenang menjadikan kita sebagai hamba yang kaya. Ia yang Maha Benar, maka Ia pula yang tau ilmu kita ini berada pada jalan kebenaran atau kesesatan. Wallahu A’lam bi Shawab.

[1] Ad-Dihan. Ma’alim fi Thariqi thalabi ‘l-ilmi, hlm. 23
[2] Ibid, hlm. 24
[3] Lihat penjelasan Wajah Allah menurut Ar-Raghib Al-Asfahani, dalam Mu’jam mufradat fi alfadzhi ‘l-Qur’an. Hal. 339
[4] Muhammad bin sa’id Raslan, Fadhlu ‘l-‘Ilmi. Hal. 58
[5] Ibid, Hal 260.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »