KONTROVERSI “MAULID” NABI
Oleh : Ilham Habiburahman
(Ketua Bidang Kajian Intelektual Islam Ikatan Pelajar Persatuan Islam)
Maulid berasal
dari bahasa arab walada-yalidu
yang berarti melahirkan, dari kata ini muncul kata maulid yang berarti
kelahiran. ketika disandingkan dengan kata Nabi berarti menunjukan kelahiran
Nabi, di Indonesia hal ini sudah diketahui oleh umum ketika mendengar maulid
Nabi maka identik dengan memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW; Khotamul Anbiyaa
(penutup para Nabi).
Mayoritas kebanyakan
orang yang mengaku sebagai muslim sebagaimana ditanamkan dalam berbagai
tingkatan pendidikan yang berbasis Islam khususnya yakin dan tau betul bahwa
Nabi Muhammad dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Maka dari itu banyak di
beberapa negara yang memperingati pada tanggal ini dengan berbagai cara
perayaan, bahkan di negara kita sendiri hingga ditetapkan sebagai hari libur
nasional. Berikut ini penulis rangkum ada beberapa tinjauan yang dirasa masih
menjadi persolan mengenai maulid Nabi atau biasa disebut muludan.
Permasalahan
Pertama, kenapa harus 12 rabiul awal?
Perlu
diketahui, adanya kalender hijriah itu adalah ketika Nabi hijrah dari Makkah
menuju Madinah. Dalam buku Muhammad Husein Haekal mengenai ”biografi Nabi
Muhammad” sebetulnya mengenai waktu kelahiran Nabi masih banyak perbedaan
pendapat. Sebagian besar para ahli menyatakan 570 masehi (tahun gajah), Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa Nabi lahir
pada tahun gajah itu. Yang lain berpendapat 15 tahun sebelum tahun gajah, ada
yang mengatakan ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan setelah tahun
gajah, ada yang menaksir 30 tahun dan ada juga yang hingga 70 tahun.
Juga para ahli
berlainan pendapat mengenai bulan kelahiranya. Sebagian besar mengatakan bulan
rabiul awal, ada yang mengatakan bulan Muharram, yang lain berpendapat bulan
Saffar, sebagian lain mengatakan bulan Rajab, sementara yang lain bulan
Ramadan.
Kelainan pendapat
itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan. Satu pendapat mengatakan malam
kedua Rabiul Awal, atau malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi pada Umumnya
mengatakan dia dilahirkan tanggal 12 Rabiul awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq
dan yang lain. Dalam Buku Caussin de Perceval dalam Essai sur
I’Historie des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad dilahirkan bulan Agustus
570 M yakni tahun gajah. Dan bahwa ia dilahirkan di mekkah di rumah kakenya
Abd’Muthalib.
Permasalahan
kedua, Kenapa harus ada perayaan memperingati ?
Dalam beberapa hal
yang dianggap penting biasanya orang
melakukan satu perayaan untuk menunjukan rasa syukur pada yang maha kuasa.
Namun hal itu kebanyakan orang sering tidak tertuju dengan apa yang dimaksud
syukur atau tidak bisa memaknai syukur itu sendiri, sehingga orang sering kali
salah kaprah melaksanakan satu hal yang tidak didasari dengan landasan-landasan
iman. Sehingga ulama mendefinisikan syukur secara ketat :
استعمل العبد ما انعم الله عليه لاجله
“seorang hamba yang memberdayakan apa-apa
yang dikaruniakan oleh Allah, untuk satu hal yang ditentukan (maksudnya)”
Dari definisi di
atas jelas, bahwa yang dimaksud syukur ialah menempatkan apa yang karuniakan
oleh-Nya pada tempatnya bukan menempatkanya pada tempat yang lain atau biasa
disebut Dzalim.
Berbicara
memperingati kelhairan maka pikiran kita akan tertuju pada tradisi Ulang tahun,
sudah menjadi trand di seluruh dunia bahkan menjadi hal biasa bagi
orang-orang muslim sendiri khususnya di Indonesia, dengan memperingati hari
kelahiran mereka, mereka sibukan waktu pada hari itu, menghabiskan bianya hanya
untuk sebuah canda tawa yang sesaat tanpa ada makna ibroh atau rasa syukur pada
yang telah memberi umur. Konon dalam sejarah mencatat bahwa orang yang pertama
kali melaksanakan ulang tahun adalah seorang
raja yang bernama Raja Namrud. Seorang Raja yang pertama kali mencetuskan
adanya hirarki kerajaan di babilonia yang sekarang menjadi Irak. Beliau adalah
cucu dari Nabi Nuh as yang paling keras menentang ajaranya sehingga konon ia
hingga menikahi ibunya sendiri.
Jadi siapakah yang
menjadi panutan kita ? Lalu bagaimana halnya dengan Muludan apakah hal
ini sama hal nya dengan ulang tahun ? atau bukan ? apakah sama halnya dengan
Natal yang memperingati kelahiran Nabi isa ? kenapa kita hanya memperingati
kelahiran Nabi Muhammad tapi tidak ikut melaksanakan natal memperingati
kelahiran Nabi Isa as ? bukankan Nabi Isa juga adalah nabi kita ? kenapa tidak
merayakan hal yang sama dalam muludan pada saat Natal ?
Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai siapa yang pertama kali
memperingati hari maulid (kelahiran) Nabi. Namun kebanyakan ahli tau betul
bahwa hal ini pernah dicetuskan dan diperintahkan untuk memperingati kelahiran
nabi oleh seorang khalifah dinasti Ayubiyyah, Salahudin Al-ayyubi orang barat
biasa menyebutnya Saladin, seorang jenderal yang dikenal di dunia Islam maupun
kristen karena kehebatanya pada peristiwa perang Salib (crusade).
17
November 1095 Paus Urbanus II mengeluarkan sebuah maklumat penting di Clermont
dengan menyerukan umat kristen untuk membebaskan kota suci Yerusalem dari
penindasan umat islam, inilah awal terjadinya perang salib (the crusade). Dan
Tahun 1099 yerusalem jatuh ketangan tentara salib, dan masjidil Aqsa dirubah
menjadi gereja. Umat islam saat itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan.
Oleh sebab itu saladin menghimbau seluruh umat muslim diseluruh dunia untuk
memperingati hari lahir Nabi Muhammad agar terciptanya rasa cinta dan semangat
serta ukhuwah yang kuat untuk melawan dan merebut kembali kota Yerusalem.
Hal ini sempat ditentang oleh para ulama karena tidak sejalan
dengan syariat dan tidak pernah ada sejak zaman Nabi. Namun saladin berasalan
bahwa hal ini bukan sebuah ritual agama yang termasuk dalam kategori Bid’ah,
menurutnya ini hanya bertujuan untuk syiar agama agar ukhuwah kembali terjaga.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada
peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah
menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi
dengan bahasa yang seindah mungkin.
Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi
tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji.
Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca
masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi. Ternyata peringatan
maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang
positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin
berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem
direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi
masjid kembali sampai hari ini.
Islam memang tidak
melarang ada satu hal yang baru dalam hal keduniawian, namun ketika hal itu
disangkut pautkan dalam ritual ibadah maka hal itu harus ditinggalkan sekalipun
itu harus menanggalkan persaudaraan. Seperti kata seorang kristolog ulama
perbandingan agama Dr. Zakir Abdul Naik, “untuk mencapai satu tujuan tidak
perlu menghalalkaan jalan yang haram”. Kita tida perlu Mabuk bersama, makan
babi bersama, mengikuti adat orang barat hanya untuk mendapatkan perhatian dan
persaudaraan. Mereka yang mampu mempertahankan keyakinan mereka, disebut
sebagai “inthiwai” artinya lebih baik menyingkirakan diri dari hal yang
bertentangan dengan keyakinan, demi terjaganya keselamatan akal dan fitrahnya.
Ketika sultan
salahudin menginstrusikan umat islam harus memperingati Maulid Nabi bukan berarti
kita harus ikut sama-sama merayakan dengan dibumbui dengan ritual-ritual yang
tidak ada contohnya, sehingga sering terjadi kesalahpahaman maksud bahkan
menjadi sebuah penyimpangan. Pada dasarnya tendensi maksud sultan salahudin
mengajak kita ialah untuk kembali pada jalan-jalan yang telah digariskan dan
pusaka yang dititipkan oleh Nabi, Yakni Al-quran dan Sunnah. Imam malik pernah
menasihatkan :
لا يصلح امر هذه الامة الا بما صلح به اولها
“tidak akan dapat
diseleseaikan persoalan umat (islam) ini kecuali dengan apa-apa yang pernah
membawanya jaya dahulu (Qur’an dan Sunnah Nabi SAW)”
Tidak perlu khawatir dan ragu terhadap
al-qur’an dan sunnah nabinya akan membawa kita pada kemunduran, justru kedua
hal ini dapat mensukseskan jalan hidup kita di dunia maupun akhirat. Bagaimana
Nabi berdawah dan mempersatukan ummat hanya dalam jangka 23 tahun di bawah
bimbingan Allah yakni Al-qur’an, sehingga Michael Hart menempatkan beliau
sebagai orang nomor 1 paling berpengaruh di dunia. Kesuksesan itu tidak
terlepas dari bimbingan quran dan sunnah, keduanya bukan pemecah dan penyebab
kemunduran, tapi sebagai sebuah alat pemersatu dan pedoman hidup.
KH.E.Abdurahman pun menegaskan
“orang barat maju bukan karena mengikuti agamanya, tapi karena mengikuti
sunnatullah, dan orang islam mundur bukan karena mengikuti agamanya, tapi
karena meninggalkan syariat agamanya.”
Mengecewakanya
di Indonesia saat ini, perayaan muludan di rayakan dengan pelbagai macam cara
yang bertentangan jauh dengan syariat agama, contoh di banten mereka mendatangi
komplek masjid agung banten yang terletak 10 km arah utara kota serang,
menziarahi makam para sultan antara lain sultan hasanudin, secara bergiliran.
Sebagian diantaranya berendam di kolam masjid itu, konon katanya untuk mendapat
berkah. Ada sebagian yang membawa air itu pulang dan dijadikan obat.
Contoh lain di
daerah cirebon, pada tanggal 11-12 Rabiul Awal banyak orang datang ke makam
Sunan Gunung Djati. Mereka mencuci barang-barang pusaka Sunan gunung jati dan
berebut memperoleh air bekas cucian pusaka tersebut.
Contoh perayaan di
atas tentulah sudah jauh menyimpang dari Syariat, dan bahkan bisa termasuk dosa
paling besar yakni kemusrikan. Naudzubillah.
Oleh sebab itu dari beberapa penjelasan diatas kita dapat
menyimpulkan beberapa perkara yang mesti diperhatikan :
1.
Mengingat
Nabi bukan berarti hanya harus memperingati tanggal kelahiranya, tapi kembali
dan mengamalkan sunnahnya.
2.
Satu
hal yang tidak ada dalam syariat kemudian dicampuri dengan ritual-ritual ibadah
maka hukumnya haram.
3.
Untuk
mempersatukan ukhwah, meninggikan syiar bukan berarti harus mengikuti adat
kafir dan hal bid’ah, tapi yang menjadi tolak ukurnya kembali kepada Al-quran
dan Sunnah Nabinya.
KH.E
Abdurrahman pun dalam bukunya Al-Ibroh membuat sebuah nasihat menarik, sebagai
berikut :
“jika seorang telah berani berlumpur semata kaki, maka ia sudah
siap untuk berlumpur hingga selutut”
Artinya ketika
kita sudah mau mengikuti satu hal buruk, maka artinya kita sudah siap untuk
menerima hal buruk lainya. Ketika kita sudah mau mengikuti adat kafir sekalipun
hanya sedikit, maka kita sudah bersedia untuk mengikuti adat, ajaran dan bahkan
akidah kita sendiri jadi taruhanya.
Wal-‘Llahu a’lam bis-shawab.
EmoticonEmoticon