Bertanya tentang Manusia

Oleh: Husna Hisaba Kholid (Ketua Umum Ikatan Pelajar Persis)
a.     Pendahuluan

     “Man‘arafa nafsahu qad ‘arafa rabbahu” begitulah ungkap al-Ghazali, agar manusia mampu mengenal tuhannya. Mengenal diri sendiri sebagai manusia, merupakan hal yang sangat penting dan tak boleh terlewatkan bagi manusia itu sendiri. Sangatlah disayangkan, jika masa kehidupan manusia telah usai, namun ia tidak pernah sama sekali mempertanyakan tentang dirinya sendiri. Siapakah dia? Untuk apakah dia hidup? Dan dimana kah akhir tempat kehidupannya akan berlabuh? Pertanyan-pertanyaan inilah yang mesti diungkap, agar manusia mengerti terhadap eksistensinya sendiri di dunia ini.

b.     PengertianManusia

     Manusia dalam istilah bahasa arab, diantaranya diungkapkan dengan kata insan. Ar-Raghibal-Asfahani mengemukakan beberapa alasan mengapa manusia dinamakan dengan insan. Ia menyatakan “Manusia dinamakan demikian karena ia itu diciptakan (dengan) karakter yang tidak mampu berdiri kecuali (bantuan) manusia lainnya, oleh karena itu dikatakan, manusia itu madani (beradab) secara tabiat dari segi, tidak akan beres (urusan) sebagian dari mereka kecuali (adanya) sebagian yang lain dan tidak mungkin ia melaksanakan seluruh usahanya sendiri. Ada juga yang mengatakan (dinamakan demikian) karena manusia itu merasa senang terhadap sesuatu yang akan menyukainya. Dan ada juga yang mengatakan Insan itu dari bentuk If’ilan dan asalnya insiyan, dinamakan demikian karena dia itu setelah berjanji, dia itu lupa”[1].

     Berbeda dengan Muhamad Bahaim Salim, ia menyatakan: “Kalimat Insan secara bahasa berasal dari anas, fi’ilnya anisa yaitu tenang, diam dan bahagia. Maka Insan (manusia) itu sumber ketenagan dan kebahagiaan, sehingga ia akan bahagia dan tenang jika bertemu dengan kelompok sejenisnya”[2].
     Prof. Dr. AhmadTafsir memberikan pengertian yang dimaksud dengan manusia itu sebagai berikut.
 “Manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia berkembang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya; ia bekecenderungan beragama. Itulah antara lain hakikat wujud manusia. Yang lain adalah bahwa manusia itu adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal dan ruhani sebagai potensi pokok”[3]
Sedangkan Endang Saefudin Anshari tatkala membedakan antara hewan dan manusia ia menarik beberapa kesimpulan.
1.     Manusia adalah sejenis hewan juga.
2.     Manusia memiliki perbedaan tertentu dengan hewan lainnya.
3.  Ditinjau dari segi jasmaniah, perbedaan antara manusia dan hewan adalah gradual, tidak fundamental.
4.     Ditinjau dari segi rohaniah, perbedaan antara manusia dan hewan adalah prinsip dan asasi
5.   Keistimewaan ruhaniah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, memiliki kebebasan atau kemerdekaan memilih, sadar diri, memiliki norma, dan sering bertanya. Secara tegas manusia memiliki kebudayaan.[4]

c.      Perjalanan Kehidupan Manusia
     Sebagai manusia, patutlah kita bertanya kepada diri sendiri. Darimanakah kita berasal? Kapankah kita ini ada di dunia ini? Siapakah yang menciptakan kita? Hal itu semua dipertanyakan, karena kita semua menyadari, bahwa sesuatu yang ada, mustahil berasal dari sesuatu yang ada. Tidak mungkin sesuatu itu terwujud dengan sendirinya, tanpa ada sebab yang mewujudkannya.
     Manusia diciptakan oleh Allah Swt. dari tiada. Ia asalnya tak berwujud apa-apa, kemudian Allah lah yang menjadikannya ada.  
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (Q.S al-Insan : 1)
“Tuhan berfirman: "Demikianlah." Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (diwaktu itu) belum ada sama sekali." (Q.S Maryam : 9)
            “Allah Swt. Menginformasikan tentang manusia, bahwasannya Allah lah yang telah mewujudkannya, dimana (dahulu) ia bukanlah sesuatu yang disebut apa-apa, karena kerendahan dan kehinaannya”[5]
            Kemudian selanjutnya, manusia ini diwujudkan oleh Allah dengan bentuk yang begitu sempurna. Kesempurnaan bentuk manusia terwujud dari dua unsur yang Allah berikan kepada manusia yaitu unsur jasad dan ruh.     
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”  (Q.S Shad 71-72
      “Hakikat manusia yang dapat kita sebut sebagai dua sekutu : memiliki dwi hakikat, yaitu jiwa dan raga, jiwa akali dan raga hewani; dan bahwa dia adalah ruh dan diri jasamani sekaligus, dan ia mempunyai kepribadian yang disebut dengan diri (self); bahwa ia memiliki sifat-sifat yang mencerminkan sifat-sifat penciptanya.”[6]
     “Unsur tanah mendorong manusia untuk selalu menikmati kesenangan dan keindahan yang dikeluarkan oleh bumi/ tanah, sementara unsur ruh mendorongnya untuk menggapai petunjuk langit. Unsur jasad membuatnya cocok untuk menerima tugas memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di muka bumi. Seandainya hanya unsur ruh yang dominan, seperti malaikat, maka manusia tidak akan terdorong melakukan aktifitas menggali kandungan bumi dan bekerja untuk memakmurkannya. Dan dengan unsur ruh yang dimilikinya manusia siap untuk menuju alam kesempurnaan dan menjadi paripurna.” [7]
     Dalam tahap penciptaan manusia, Dr.Nashrudin Syarief. Mpd.i menjelaskan dua tahap penciptaan manusia ia menjelaskan, “Pada tahap pertama al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tiada, dari substansi organik yang rendah dengan sebutan tanah liat gelp (Shalshal/hama’), debu dan lumpur (turab/tinlazib), lalu ditiupkan padanya ruh dari Allah swt.”[8]
“Dan(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”(Q.S Al-Hijr 28-29)
     Beliau punmengatakan bahwa pada tahap ini pula Allah menjelaskan tentang persaksianmanusia bahwa Allah swt. sebagai Rabnya, serta pemberitaan, bahwa manusia akanmemegang amanat yaitu sebagai khalifah yang akan mengabdi kepada-Nya. [9]
 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu? "Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. "(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)" (Q.S Al-A’raf : 172)
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (Q.S Al-Ahzab : 72)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."  (Q.S Al-Baqarah : 30)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(Q.S Adz-Dzariat : 56)
     Adapun yang dimaksud dengan khalifah ialah.
الخليفة:من يخلف غيره ويقوم مقامه في تنفيذ الأحكام
“Khalifah ialah seseorang yang menjadi pengganti yang lainnya dan menempati kedudukannya dalam melaksakan hukum-hukumnya”[10]
            Dalam fase pertama ini, manusia dipersiapkan oleh Allah menjadi makhluk yang paripurna. Ia diciptakan melalui kesempurnaan bentuk jasad dan ruh. Kemudian ia diberikan suatu amanat penting, yang tidak diberikan kepada makhluk yang lainnya selain manusia, yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Andaikan Allah berkehendak –Maha agung kekuasan-Nya- untuk menjadikan malaikat sebagai khalifah di muka bumi, mudah saja hal itu bagi Allah. Akan tetapi Hanyalah Allah yang mengetahui hikmahnya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Sungguh Allah telah memuliakan manusia dengan menjadikannya sebagi khalifah di muka bumi, agar manusia menunaikan hukum-hukum-Nya dan melaksakan kehendak-Nya dalam memakmurkan bumi dan menebar kebaikan.[11] Bahkan, dalam fase ini pun Allah mengabarkan bahwa malaikat diperintahkan untuk tersungkur dengan bersujud kepada manusia. Bukankah kedudukan ini merupakan kedudukan yang mulia bagi manusia? Namun, satu kedudukan yang tak boleh terluputkan oleh manusia, dimana ia sebagai ‘abid (hamba). Sebab hanya Dialah Allah yang Maha Menguasai setiap jiwa hamba-hamba-Nya.
“Sementara pada tahap kedua, manusia diciptakan dalam proses yang dapat dicerna oleh ilmu pengetahuan: sperma disimpan dalam Rahim yang kokoh, kemudian diubah menjadi segumpal darah, yang kemudian dibungkus dengan tulang dan daging”[12]
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Q.Sal-Mu’minun : 12-14)
     Dalam kehidupan di dunia manusia mesti mampu memeras waktunya untuk menanam segala amal kebaikan guna menuai panen kelak di akhirat. Potensi-potensi jasadiah yang mereka miliki mesti difungsikan dengan sebagaimana mestinya, sebab tentu penciptaan jasad yang sempurna ini bukanlah penciptaan yang sia-sia.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(Q.S Al-‘Ashr : 1-3)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Q.S Al-A’raf : 179)
     Pasca kehidupan manusia di dunia berakhir, akhirnya manusia pun akan kembali kepada pemiliknya, yaitu Allah Swt. Ia akan dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan atas apa yang telah ia perbuat semasa hidupnya. Jasad yang Allah berikan pun kelak akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatannya. Jika hati, lisan dan anggota tubuhnya tersebut baik maka ia akan mendapatkan kebaikan dan kehidupan kekal di surga atas izin-Nya. Namun sebaliknya, jika unsur-unsur tersebut buruk maka ia punakan mendapat kehinaan di neraka atas izin-Nya, kecuali Allah Swt. mengampuninya. 
 “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akand ibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (Q.Sal-Mu’minun : 15-16)
“pada hari(ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apayang dahulu mereka kerjakan” (Q.S An-Nur :24)
“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu? (yaitu) api yang sangat panas” (Q. SAl-Qari’ah : 6-11)

d.     Kesimpulan
     Manusiaialah makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt dengan bentuk jasad dan ruh. Ia membutuhkan keramahan manusia lainnya dalam hidup, ia memiliki tabi’at nisyan(lupa) dan ia pun bermakna sebagai sumber kebahagiaan dan ketenangan. Ia telah bersaksi dihadapan Allah bahwa Allah adalah Rab, serta ia diberikan suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh makhluk selainnya yaitu sebagai khalifah. Namun, perannya sebagai ‘abid pun tak boleh terlupakan, agar ia selalu tunduk dan patuh kepada aturan-Nya. Manusia melalui kenikmatan yang telah Allah berikan, dituntut untuk memanfaatkan segala potensinya sebaik mungkin untuk menanam segala kebaikan di dunia, agar ia mampu menuai panen yang berlimpah diakhirat. Sebab, ia takan selamanya hidup di dunia, suatu saat ia pun akan kembali kepada pemiliknya yaitu Allah Swt. untuk mempertanggung jawabkan amal perbuatannya selama hidup di dunia. Wallahu a’lam bi Shawab (18Desember, 2014)

[1], Al-RaghibAl-Asfahani, Mufradat fi al-Fadz al-Qur’an. (Beirut: Dar al-Fikr, 2010) Hal 25
[2] Muhamad Bahaim Salim, Al-Qur’an al-Karim wa al-Suluk al-Insani.(Kairo : al-Haiahal-Misriyah, 1987.) Hal. 11
[3] Ahmad Tafsir,  Ilmu Pendidikan Islami. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2013) Hal. 53
[4] Endang Saefudin Anshari, Wawasan Islam ; Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam. (Jakarta : Gema Insani, 2004) Hal. 7
[5] Ibnu Katsir, Tafsiral-Qur’an al-‘Azhim (Riyad: Maktabah Dar al-Salam, 1994). Jilid 4 Hal. 583.
[6] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme. Penj : Dr. Khalif Muammar, M.A. (Bandung: Pimpin, 2010) Hal. 180
[7] Muchlis M Hanafi, Moderasi Islam. (Jakarta : Pusat Studi al-Qur’an,  2013) Hal. 11
[8] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal. (Bandung: Persis Pers. 2013). Hal 213
[9] Lihat,  Ibid. hal 214-215
[10] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir. (Maktabah Syamilah). Jilid I Hal. 124
[11] Muhamad Bahaim Salim, Al-Qur’an al-Karim wa al-Suluk al-Insani. (Kairo: al-Haiahal-Misriyah, 1987) Hal. 16
[12] Lihat,  Ibid. Hal 216

ROFI 2 Sukses diselenggarakan


Foto bersama panitia dan peserta seusai pelatihan
            Bandung (6/12), Setelah beberapa bulan diagendakan, pada akhirnya ROFI 2 (Ar-Rosikhuuna fil ‘ilmi) berhasil diselenggarakan dan mencapai kesuksesan, serta kepuasan dari panitia dan peserta itu sendiri. ROFI 2 kali ini diselenggarakan di Taman Firdaus Percikan Iman, daerah Gegerkalong – Kota Bandung. Tasykil dan demisioner dari berbagai pimpinan daerah Ikatan Pelajar Persis ikut serta dalam acara pengkaderan ini yang berhasil diselenggarakan pada tanggal 28-30 November 2014.
            Beberapa tokoh Persis masa kini hadir dalam acara ini, untuk memberikan materi kepada para calon kader yang sekarang sudah menjadi kader. Diantaranya ada Dr. Nashruddin Syarief, M.Pd.I, Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum, Andi Muhammad Nurdin (Ketua Umum IPP Pertama), Indah Khairil Bariyyah (Ketua Umum IPPi Pertama), Nizar Ahmad Saputra (Ketua Umum Hima Persis), Husna Hisaba Kholid (Ketua Umum IPP), dan Asri Rosdiana (Ketua Umum IPPi). Pelatihan kader ini diisi dengan materi yang sangat luar biasa seperti Makna Ibadurrahman, Sejarah Pergerakkan Pelajar, Prophetic Leadership, Kepemimpinan Wanita (khusus IPPi), Manajemen Organisasi, dan Paradigma Gerakan IPP & IPPi. Tidak hanya itu, setelah materi usai dijelaskan, para peserta meng-explorasi kembali pemahamannya mengenai materi-materi tersebut dan berpresentasi dihadapan seluruh panitia dan peserta yang lain bersama kelompoknya.
            Menjelang akhir acara, para peserta diberi nasihat oleh Prof. DR. HM. Abdurrahman, MA. sebagai ketua umum dari Persatuan Islam, dengan itu genaplah semangat peserta untuk tepat aktif dan jihad bersama Ikatan Pelajar Persis. Dipuncak acara, para peserta dan panitia merasa bahagia oleh undangan yang diberikan saudari Asri Rosdiana dengan Reza Syafwir, ST. yang hendak menikah pada tanggal 14 Desember 2015 di Gedung Dharmawanita PT. Dirgantara Indonesia. Semoga gerakkan Ikatan Pelajar Persis senantiasa dapat dilindungi dan diridloi oleh Allah SWT, dan mendapatkan haknya menjadi bagian otonom dari Persatuan Islam pada Muktamar 2015 nanti. [Kominfo]

Ikatan Pelajar Persis sebagai Benih Peradaban

Oleh: Husna Hisaba Kholid (Ketua Umum IPP 2013-2015)
“Risalah Dakwah Islamiyah harus menjadi “menara laut” di tengahsamudera kemanusiaan. Tugas da’watul haq harus menjadi mercusuar pimpinan bagikehidupan dan kemanusiaan” –Isa Anshary-
“Telah berulang-ulang terjadi umat yang sedikit tapi bermutu dapatmengalahkan umat yang banyak dengan perkenan Ilahi, karena Allah itu menyertaiorang-orang yang sabar” (Q.S al-Baqarah : 249)

I.                  Islam Agama yang Sempurna 
     Kita sebagai pelajar muslim, patut berbahagia dan bersyukur beradadalam cahaya Iman dan Islam, sebab ruh inilah yang telah mendorong jiwa kitauntuk selalu beramal tuk menuai kebahagian di dunia dan akhirat. Melalui ruhini pula, kita mengetahui bahwa tidak ada jalan terbaik tuk menuju alamkebahagiaan kecuali menempuh jalan yang diridhoi oleh Islam. Tidak hanya itu,Islam dengan konsep-konsep yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, telahmembuktikan sepanjang sejarah, mampu membentuk manusia yang memilikikepribadian yang sempurna dalam kehidupan sosial.
     Terkait dengan kesempurnaan Islam ini, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhailymenjelaskan beberapa karakteristik Islam dalam kitabnya Maushu’ah al-Fiqhal-Islami wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah. Pertama, al-‘Alaamiyyah(Universal) sebagaimana firman Allah Swt, “Dan tiadalahKami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.SAl-Anbiya : 21). Kedua, al-Khalidiyyah (Abadi) sebagaimana firmanAllah Swt. ,” Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberiperingatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).”(Q.S al-An’am : 19). Ketiga, al-Khatamiyyah (terakhir) sebagaimanafirman Allah Swt., “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seoranglaki-laki di antara kamu]., tetapi dia adalah Rasulullah danpenutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.Sal-Ahzab : 40). Dan keempat, at-Takamul wa asy-Syumul (komprehensif)sebagaimana firman Allah Swt., “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamuagamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islamitu jadi agama bagimu”. (Q.S al-Maidah : 3).[3]
     Namun,kesempurnaan Islam ini tentu tidak akan dirasakan oleh masyarakat jika risalahdakwah tidak disampaikan oleh shahibu ad-dakwah (juru dakwah). Maka dariitulah, umat islam perlu menempuh jalan dakwah ini melalui berbagai mediaapapun yang akan membantu sampainya risalah dakwah ini kepada masyarakat luas.Diantaranya, jalan dakwah ini bisa terwujud melalui suatu wadah organisasi baikbagi kalangan akademis, aktifis maupun masyarakat secara umum.
II.               Ikatan PelajarPersis sebagai Wadah Risalah Dakwah
     Ikatan pelajarpersis semenjak tahun 2010, dengan berbagai aktifitasnya telah berusaha menjadiwadah risalah dakwah bagi para pelajar Persatuan Islam (Persis) maupun pelajar secara umum[4].Hal ini dilakukan sebagaimana sifat dari organisasi ini yang dijelaskan didalam NA-ND Ikatan Pelajar Persatuan Islam (IPP). [5]yaitu, “IPP adalah organisasi yang mewadahi pelajar yang menjunjung tinggiperjuangan intelektualitas kaum pelajar dengan corak gerakan Persatuan Islam”.[6]
     PergerakanIkatan Pelajar Persis yang dilakukan saat ini pun selalu mengacu kepada visidan misi yang tercantum di NA-ND Ikatan Pelajar Persatuan Islamyaitu, “Visi IPP terwujudnya generasi ar-Raasikhuuna fil-‘Ilmi  dan Misi IPP :
1.     Mewujudkan kader-kader A.Hasan;ulama umat
2.     Mewujudkan kader-kader M. Natsir;pemimpin umat.
3.     Membentuk militansi kader persis
4.     Responsif terhadap isu-isu globaluntuk ranah pelajar [7]
Adapun bentukusaha yang dilakukan oleh IPP ialah,
1.     IPP berusaha mengikat danmempersatukan pelajar Persis dalam mengembangkan potensi pelajar yang dimilikioleh Persis.
2.     Membimbing, Membina dan Menggerakan anggotaguna meningkatkan fungsi IPP sebagai organisasi kader bagi Persis.
3.     Mengamalkan segala usaha yang sesuaidengan tujuan organisasi.[8]
     Usaha-usahayang dilakukan ini membutuhkan kerjasama yang baik antara satu pelajar Persisdengan pelajar Persis lainnya. Dengan banyaknya tantangan remaja saat ini makapara pelajar Persis sangat membutuhkan suatu wadah yang teroganisir, demimewujudkan estafeta risalah dakwah Rasulullah saw. baik bagi pelajar Persis,maupun pelajar secara umum di negeri ini. Sebab, kebenaran yang tidakterorganisir akan terkalahkan dengan kebathilan yang yang terorganisir.

III.            Ikatan PelajarPersis sebagai Benih Pembentuk Peradaban (Hadharah)
     “Pada umumnyaorang memahami peradaban melalui bukti-bukti fisik, sehingga peradabandinisbatkan kepada bangunan masjid-masjid, candi-candi, gedung-gedung, dsb. Namun,orang lupa bahwa bangunan tidak akan wujud tanpa pikiran, kepercayaan, agama, ideologidan yang terpenting adalah ilmu pengetahuan di balik itu semua.”[9], begitulahujar pemikir Islam Hamid Fahmi Zarkasyi dalam bukunya Azas Peradaban Islam. penuturan ini tentu bukan tanpa alasan,sebab sejarah membuktikan bahwa kemajuan teknologi, sains, arsitektur ituberbanding lurus dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
      Ia punmenyatakan, “Jika al-Qur’an diakui sebagai sumber peradaban Islam, maka dapatdikatakan pula bahwa pandangan hidup Islam merupakan asas peradaban Islam. danoleh karena al-Qur’an itu sarat dengan dimensi ilmu pengetahuan,….ilmupengetahuan adalah asas peradaban Islam. bahkan dapat dikatakan peradaban Islamadalah peradaban ilmu dan bukan peradan bangunan”[10]
     Sesuai denganvisi IPP, organisasi ini berusaha memberikan kesadaran akan pentingnya al-‘Ilm(Ilmu). Sebab, dengan ilmu inilah manusia mampu membangun Hadharah(peradaban) yang lebih baik, sebagaimana istilah hadharah itu sendiri daripenuturan Dr. Abdul Halim Uwais, mencakup pada segi ruhiyyah wa ma’nawiyyah dan‘ilmiyyah wa ‘umroniyyah.[11]Unsur-unsur ini takan tercipta pada suatu negara tanpa adanya pembelajaranilmu.
     Gerakan IPPmelalui jihad ilmu ini merupakan bentuk usaha dalam membentuk hadharah (peradaban).Sebab peradaban itu takan terbentuk, jika tidak di awali oleh kalangan para pelajarsendiri dengan perantara ilmu. Terlebih, masa remaja (12-18) sebagai masakrisis identitas[12]ini, melalui jihad ilmu,  mesti mampumenghadapi arus westernisasi yang mengegerogoti moral kalangan pelajar dinegeri ini,. Maka dari itu Ikatan Pelajar Persis hadir kepada kalangan pelajaruntuk mengajak kepada para pelajar Persatun Islam (Persis) maupun pelajarsecara umum untuk bersama-sama membangun peradaban yang baik di masa yang akandatang baik melalui ilmu syar’iyyah (Ilmu Allah)[13]yang fardhu ‘ain dan ilmu ‘aqliyyah (Ilmu Manusia) yangfardhu kifayah.[14].Wallahu a’lam bi as-Shawab.

Daftar Bacaan
            Anshari, Isa. 1995. Mujahid Dakwah. Bandung : C.V Dipenogoro
            Al-Attas, Muhammad Naquib. 2010. Islamdan Sekularisme. Penj : Dr.Khalif Muammar. Bandung : PIMPIN
            Hunt, Chester L. dan Paul B. Horton.1984. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.
            Az-Zuhaily, Wahbah. 2012. Maushu’ahal-fiqh al-Islami wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah. Damaskus : Dar al-Fikr
            Syarief, Nashruddin. 2013. MenangkalVirus Islam Liberal. Bandung : Persis Pers
            ‘Uwais, Abdul Halim. 2012. al-Hadharahal-Islamiyyah. Kairo : Haihah al-Mishriyyah al-’Ammah
            Zarkasyi, Hamid Fahmi. 2011. AsasPeradaban Islam. Jakarta : INSIST.
            NA-ND Ikatan Pelajar Persatuan Islam
           
           


[1] Tulisan inidisampaikan dalam kajian Jum’at (JIMAT) di Viaduct pada tanggal 21 november2014.
[2] Katua UmumIkatan Pelajar Persis masa jihad 2013-2015.
[3] Lihat lebihjauh penjelasannya dalam Maushu’ah al-Fiqh al-Islami wa al-Qadhayaal-Mu’ashirah jilid 12 hal. 403.
[4] Aktifitas yangdilakukakan Ikatan Pelajar Persis selama ini berupa kajian, seminar, temuilmiah, dan melalui tulisan islami di media sosial.
[5] Ikatan PelajarPersis selanjutnya disebut IPP
[6] Lihat, NA-ND Ikatan Pelajar Persatuan Islam hal. 4
[7] Ibid, hal. 5
[8] Ibid, hal. 6
[9] Lihat, AsasPeradaban Islam. hal 11.
[10] Lihat AsasPeradaban Islam. Hal. 17
[11] Lihat, al-Hadharahal-Islamiyyah. Hal 22.
[12] Lihat Delapantahap Kehidupan yang disebut dengan krisis identitas (identity crisis)dalam Sosiologi. Hal 111
[13] Istilah inidiambil dari pembagian Ilmu yang dilakukan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.Lihat, Islam dan Sekularisme. Hal. 182
[14] Lihat, MenangkalVirus Islam Liberal hal. 269-270

Homoseksual Identitas Kaum Pembangkang


Sumber Gambar: Yahoo.com

Oleh: Rifqi Azhar Nugraha[1]
            Manusia dikatakan sebagai makhluk paling sempurna daripada makhluk Allah yang lain, itu dikarenakan manusia diberikan akal dan nafsu oleh Allah. Berbeda dengan malaikat yang hanya diberi akal, sehingga mereka tidak pernah membangkang kepada Allah. Binatang yang hanya diberika hawa nafsu saja tidak pernah diceritakan bahwa mereka pernah membangkang kepada Allah. Adapun makhluk hidup yang lain yang entah sifat apa yang Allah berikan kepada mereka, yakni tumbuhan.
            Ilmu mantiq menjelaskan bahwa manusia adalah hayawanun natiqun, hewan yang berpikir. Manusia diberikan nafsu oleh Allah dan juga akal pikiran untuk menyeimbangkan tingkah laku dan cara peribadatan yang benar sesuai yang Allah perintahkan. Namun apa jadinya jika hawa nafsu mengendalikan akal, sehingga akal terus berpikir untuk membenarkan hawa nafsu. Maka yang terjadi selain penyimpangan beribadah, juga penyimpangan terhadap akhlak dan norma. Contohnya adalah dengan timbulnya pemikiran yang membenarkan hubungan sesama jenis yang biasa kita sebut sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
            Jaringan Islam Liberal adalah salah satu kelompok yang membenarkan pemikiran ini, mereka menganggap homoseksual hanyalah perbedaan budaya dari barat yang masih tidak bisa diterima di Indonesia. 26 Juli 2010, Jaringan Islam Liberal (JIL) mengadakan diskusi bulanan bertempat di Gedung Teater Utan Kayu, Jl. Utan Kayu 68 H, Jakarta yang berjudul “Tafsir atas Homoseksualitas dalam Kitab Suci”. Berikut kutipan dari Dr. Ioanes Rakhmat yang menjadi salah satu pembicara dalam kajian ini sebagai orang yang berbicara dalam pandangan Kristen:
            “Teks ini tidak memberikan petunjuk jelas mengenai bentuk kedurjanaan kota Sodom. Teks ini hanya menyatakan alasan para lelaki di kota tersebut hendak menyodomi kedua orang asing yakni kedua orang asing itu dipandang mau menjadi hakim atas mereka (19:9). Di dalam konteks zaman kuno di Timur Tengah, penyodomian terjadi sebagai bentuk penghinaan dan perendahan martabat dari pihak yang menang atau lebih berkuasa kepada pihak yang kalah atau lebih lemah. Biasanya hal itu terjadi kepada raja yang kalah perang, atau kepada orang asing yang datang di suatu tempat dan disodomi oleh penduduk asli sebagai tanda dominasi penduduk asli. Dengan demikian, teks Kejadian 19 ini tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk menolak homoseksualitas, melainkan teks yang membela kaum yang tertindas dan diperlakukan semena-mena oleh pihak yang merasa diri lebih superior.”[2]
            Kutipan di atas saya ambil dari website resmi JIL www.islamlib.com dalam tulisan Hans Abdiel yang menulis artikel Reportase Diskusi JIL bulan Juli dalam website tersebut. Nyatanya orang yang mengimani Alkitab bernama Dr. Ioanes Rakhmat ini tidak setuju atas tafsiran kaumnya sendiri yang menjastifikasi kaum Sodom bahwa mereka diberi azab oleh Allah karena perbuatannya yang suka berhubungan sesama jenis. Ia secara tegas malah mentafsirkan bahwa azab itu turun bukan karena kebiasaannya yang senang berhubungan sesama jenis, namun melainkan karena pada saat itu masyarakatnya merasa paling berkuasa, pintar, dan sukses daripada kaum yang lain, sehingga Allah memberi mereka azab karena sifat buruk itu.
            Dalam diskusi JIL itu pun ada satu lagi pembicara yang mewakili kalangan muslim, namun ia melakukan interpretasi ulang terhadap tafsiran Al-Qur’an yang telah jelas, orang tersebut adalah Mohamad Guntur Romli. Berikut adalah tafsirannya yang saya ambil dari artikel yang sama:
            “Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan adalah adanya cara pandang yang lain terhadap Quran, yaitu dengan membedakan ayat-ayat hukum dan ayat-ayat kisah yang tentunya tidak dapat langsung dikaitkan dengan kaidah-kaidah hukum. Misalnya saja, kisah Luth yang memiliki kesamaan dengan kisah Sodom dan Gomora dalam Kejadian 19 dari Alkitab Kristen, yang biasanya menjadi dalil menentang homoseksualitas. Di dalam kisah tersebut sebenarnya disebutkan bahwa penyebab kota Sodom yang dihuni Luth dihukum Allah bukan karena praktik homoseksual yang terjadi di sana tetapi karena penduduk kota itu melakukan berbagai kejahatan seperti melakukan keonaran, menyamun, dan sebagainya. Dengan demikian, kisah Luth tersebut dilihat dari satu sisi saja dan digunakan untuk pembenaran untuk menolak homoseksualitas.”[3]
            Bagaimana bisa kisah-kisah yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an tidak bisa dikaitkan dengan hukum? Bukankah Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia? Maka petunjuk ini harus kita turuti bagaimanapun jalannya. Analoginya seperti kita pergi keluar kota, namun kita tidak mengetahui jalan mana yang harus kita tuju, GPS sebagai teknologi membantu kita untuk pergi ke tempat yang kita tuju. Seperti itu lah Al-Qur’an, tempat yang kita tuju yakni ridlo Allah agar dapat tinggal di surga-Nya, maka Al-Qur’an-lah sebagai petunjuk kita pergi ke sana. Justru jadi tidak masuk akal jika kisah yang telah Allah sampaikan dalam kitab-Nya tidak ada kaitannya dengan hukum, Al-Qur’an itu dari Allah Yang Mahakuasa, bukan dari penulis majalah dongeng.
            Allah memberi petunjuk tentang toleransi beragama dalam QS. Al-Kafirun ayat 6: “Bagimu agama mu, dan bagiku agama ku”. Surat beserta ayat itu turun saat Rasulullah bimbang, tentang apa yang harus beliau lakukan saat ditawari oleh orang kafir, tentang saling menyembah Tuhan yang dipercayai. Apakah itu dongeng? Tentu tidak, Allah bermaksud memberi tahu kepada Rasulullah bahwa tidak seharusnya menyembah Tuhan yang lain selain Allah, walaupun sebagai gantinya mereka menyembah Allah juga. Begitu pula dengan kisah kaum Sodom/Sadum, Allah beri mereka azab karena sifat mereka yang seperti binatang, bahkan sebelum azab itu Allah beri peringatan kepada mereka melalui utusan-Nya Nabi Luth As, hanya saja mereka tidak mendengarnya dan tetap melakukan praktik keji itu.
            Selain itu, Mohamad Guntur Romli sepertinya tidak memperhatikan seruan dari Nabi Luth As. mengenai homoseksual dan lesbian, bahwa perbuatan itu bertolak belakang dengan fitrah dan hati nurani manusia, serta menyalahi hikmah yang terkandung dalam penciptaan manusia. Seruan itu ada dalam QS. Asy-Syuaraa ayat 165-166:
أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ ١٦٥ وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ ١٦٦
            “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”[4]
            Bukankah sudah jelas Nabi Luth As. melarang mereka mendatangi jenis lelaki, dan menyuruhnya untuk kembali kepada istri-istri mereka. Mengapa Mohamad Guntur Romli dari kalangan muslim malah menyelewengkan hal itu, bahkan tidak menyinggung ayat ini sama sekali, maka akal yang ia kedepankan justru jadi tidak masuk akal. Tidak hanya dalam ayat tersebut, secara jelas QS. Al-A’raaf ayat 80-82:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ١٨۰ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ١٨١ وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ ١٨٢
        “Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ‘Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.’”[5]
            Faahisyah dalam QS. Al-A’raaf ayat 80 itu berarti suka berhubungan sesama jenis, maka gugur interpretasi dari Mohamad Guntur Romli karena dalam ayat ini sudah jelas bencinya Allah kepada kaum Sodom bukan hanya karena mereka suka menyamun, namun juga karena perbuatan homoseksual mereka. Menurut H. Muhammad Yusuf bin Abdurrahman dalam bukunya “Para Pembangkang!” Ia bekata sebagai berikut:
            “Dalam QS. Al-A’raaf [7]: 80 disebutkan bahwa masyarakat Sadum suka melakukan perbuatan faahisyah, yakni melakukan hubungan seks dengan sesama jenis. Perbuatan ini sangat tidak dibenarkan dalam syari’at Allah SWT.”[6]
            Interpretasi dari Mohamad Guntur Romli sama sekali tidak bisa dijadikan rujukan, karena tidak ada referensi dan fakta ilmiah yang jelas dalam pemikirannya. Agama yang rasional itu justru dihadiri dengan fakta-fakta ilmiah dari Al-Qur’an, bukan mengedepankan akal tanpa fakta ilmiah yang justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri, mereka mengedepankan akal namun ucapan dan pemikirannya tidak masuk akal, itulah liberalisme. Islam yang masuk akal senantiasa menjadikan Allah sebagai sumber kebenaran, berbeda dengan Islam Liberal yang mengedepankan akal sehingga menjadikan akal sebagai Tuhan-Nya sendiri, justru hal ini menjadi tidak masuk akal sama sekali.
            Sebagai alumni dari pesantren, saya belajar metodologi tafsir Qur’an dan Hadits. Bahwa sanya menafsirkan Qur’an itu tidak bisa dijelaskan dari segi bahasanya saja, ada sejarah yang berkaitan, ada nasikh mansukh. Begitu pula dengan hadits, ditinjau keadaan Rasul, sifat dan kapasitas rowi & sanad. Namun saya tidak membaca atau melihat JIL yang menafsirkan Al-Qur’an menggunakan metodologi itu, mereka terlihat melakukan tafsiran dengan hanya melihat bahasanya saja, atau bahkan terjemahannya. Hal ini menjadi sangat masuk akal untuk tidak menjadikan JIL dan tokoh-tokohnya sebagai bahan rujukan atau perbandingan study, karena apa yang mereka sampaikan tidak disertai dengan fakta-fakta ilmiah, mereka hanya menumpuk nafsu diatas akal. Dr. Adian Husaini pun sependapat tentang hal ini, ia menulis dalam bukunya:
            “Logika-logika yang dipakai Musdah Mulia (Dosen UIN Jakarta) semacam ini sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai “Ijtihad” karena dilakukan dengan semena-mena dan merusak tatanan hukum Islam. Dia tidak menggunakan metode yang dapat diuji oleh para ilmuwan di bidang hukum Islam. Di dalam Hermetika Kristen saja, ada tata aturan yang harus dipenuhi oleh seorang penafsir. Tidak bebas begitu saja menafsirkan Bibel menurut kehendak masing-masing. Sebuah buku berjudul Hermeneutik: Prinsip dan metode Penafsiran Alkitab karya Pdt. Hasan Sutanto, M.Th., (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1998), menyebutkan banyak syarat dalam pemberlakuan metode analisa konteks. Jika metodologi pengambilan hukum Islam dihancurkan, maka akan muncullah penafsiran yang serampangan dan asal bunyi.”[7]
            Homoseksual, atau praktik seksual sesama jenis lainnya, dan biseksual dengan tegas telah Allah jelaskan bahwa hal itu dibenci dan diharamkan oleh-Nya. Berbeda dengan perceraian yang walaupun dibenci tetap dibolehkan, maka seharusnya sudah tidak ada lagi pertentangan tentang hal ini karena Allah sudah melarangnya dan hukum Allah itu mutlak. Ulama-ulama sunni pun bersepakat bahwa hubungan sesama jenis tidak halal, selain larangan dari Allah, hal tersebut bertentangan dengan fitrah manusia, dan ciri kaum yang tidak beradab, belum lagi hubungan ini tidak akan mendapatkan keturunan sedarah, jelas tidak ada manfaatnya sama sekali. Sesungguhnya Allah beri kita akal dan kitab-Nya untuk menutupi hawa nafsu manusia, dan agar tidak melakukan praktik kaum yang membangkang kepada-Nya pada jaman dahulu.
            Semoga apa yang telah kita ikhtiarkan mendapat ridlo Allah SWT. dan kita dilindungi dari godaan syetan yang terkutuk, serta tidak termasuk dalam kaum yang membangkan kepada Allah, hanya menjadi kaum Rasulullah Saw.-lah kita dapat masuk ke surga-Nya.


[1] Aktifis Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam Komisariat Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung sebagai ketua Bidang Komunikasi & Informasi, di UIN beliau study S1 program studi Teknik Informatika, Fakultas Sains & Teknologi. Aktif pula di organisasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persis sebagai Komunikasi & Informasi.
[2] Abdiel, Hans. “Mengusung Tafsir yang Ramah terhadap Homoseksualitas”. www.islamlib.com. Minggu, 23 November 2014. Pukul 05:30 WIB
[3] Ibid.
[4] Al-Qur’an Surat Asy-Syuaraa [26]: 165-166
[5] QS. Al-A’raaf [7]: 80-82
[6] Yusuf, Muhammad. “Para Pembangkang! Kisah-kisah kaum terhadulu yang dibinasakan Allah”. Diva Press. Jogjakarta. 2013. Halaman 124
[7] Husaini, Adian. “Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam”. Gema Insani. Jakarta. 2009. Halaman 227