Membangun Kesadaran Kritis Untuk Merefleksikan Diri Sebagai
Anak Yang Berbagsa Indonesia[1]
Oleh : Fariz
Muntashir Billah (Bidang HAL PP.IPP)[2]
Bangsa Indonesia merupakan negara
yang nyaman dan harmonis, jiwa komunalitas
masih melekat pada sebagian masyarakat Indonesia, kegiatan sosial dan bentuk
kepedulian antar masyarakat masih tetap utuh walau berbagai hujatan sara,
isu-isu agama yang sering dilontarkan dalam media hoax tidak membuat negara kita pecah belah malah sebaliknya membuat
masyarakat semakin bersatu dan lebih bijak menyikapi persoalan, namun sedikit
sekali dari para elite politik maupun pengusaha multinasional yang bercokol
dinegara kita tidak kritis dan seenaknya mengekspoitasi kekayaan sumber daya
alam bumi pertiwi yang berakibat rusaknya harmonisasi negara kita, mereka
melakukan pembodohan dengan sistem neoliberalisme di sektor makro maupun mikro.
Masyarakat hanya bertanya kepada negara tatkala harga kebutuhan pokok naik dan
lapangan pekerjaan masyarakat yang sulit didapatkan
Negara
Indonesia sudah mengalami inflasi besar disektor ekonomi makro yang dimana Bank
Indonesia mengalami inflasi nilai mata rupiah dan setiap uang yang beredar
kepada tangan masyarakat sudah dikenakan bunga jadi tidaklah heran jika dulu
uang Rp.50.000 bisa bertahan untuk 3-5 hari tetapi sekarang hanya bertahan
untuk 1 hari, karena ketidak seimbangan antara nilai mata rupiah dengan naiknya
kebutuhan pokok masyarakat. Jika pemerintah maupun golongan akademisi tidak
bisa mengendalikan maupaun merehabilitasi sektor makro Indonesia para Investor
tidak akan menanamkan modalnya di negara kita yang berakibat cadangan kas Bank
Indonesia mengalami krisis yang berujung dicabutnya hak-hak rakyat seperti
subsidi, lapangan pekerjaan, tempat tinggal maupun dipersulitnya masyarakat
untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Jika sektor Makro bermasalah maka
mikropun akan terkena dampaknya juga, diantaranya ketidak seimbangan antara
pendapatan dan pegeluaran APBN, kurangnya Inovasi pemerintah dalam menambah
devisa dan pengendalian Infalasi maka hanya dengan menghutang kepada World Bank
menjadi batu loncat permasalahan kebutuhan APBN, megapa Indonesia harus menjadi
negara yang berkembang bukannya negara yang maju dengan potensi demografi yang
besar.
Tanpa
disadari banyak ketidaktahuan dan pembodohan yang ditanamkan kepada generasi
muda hingga ia tidak kritis melihat bangsanya sendiri. Jangankan memiliki jiwa
patriot melihat bangsanya sendiri juga sudah tidak tahu, menjadi suatu
pertanyaan kemana perginya UUD 1945 yang asli yang dimana pasal 33 itu
berbicara state of capitalism (negara menguasai) yang digunakan
sebesar-besarnya untuk kesejahtraan rakyat,. Tetapi oleh MPR dan DPR RI mereka
berkorporasi dengan perusahaan multinasional yang memiliki kepentingan.
Manipulasi dan Infiltrasi yang dilakuakn elite politik merubah undang-undang 45
sebanyak 4 kali yang merubah kedudukan negara dari state capitalism menjadi state
of corporate (bisnis). UUD 45 pasal 33 &34 bisa dianalogikan dalam
bisnis ialah posisi rakyat sebagai
komisaris dan negara menjadi Dewan Direksi sudah barang tentu posisi rakyat
diatas negara maka filosofinya pun “dari rakyat oleh rakyat untuk rakayat”
negara hakikatnya memilki 2 tugas utama yaitu to service and to protect
terhadap kedaulatan Bangsa dan kesejahtraan rakyatnya. Namun setelah amandemen
sebanyak 4 kali posisinya berubah yang awalnya negara menguasai(state capitalism) atas representasi
rakyat menjadi korporasi oleh negara(state
of corporation) dan rakyat menjadi pelangan bukanya komisaris. Dalam aturan
bisnis namanya pelanggan itu akan dilayani bila memberikan keuntungan capital
ataupun keuntungan materi. Sistem negara kita termasuk pasar terbuka berbagai
negara dan perusahaan multinasional asing bisa ikut andil. kapitalisme itu
berbicara modal dan transaksi bukan berbicara
umat, perusahaan multinasional dan negara asing jelas memiliki modal
yang lebih besar dibandingakan dengan BUMN maupun perusahaan lokal, maka
tidaklah heran separoh tanah jawa dikuasai oleh 1 orang pemiliki sinarmas belum
lagi di Indonesia ada 9 elite pengusaha multinasional yang mendominasi
tanah,air dan udara untuk kepentingan pribadi, Lantas bagaimana dengan nasib
rakyat? Elite politik hanya mengunakan nama rakyat sebagai password mendapat kunci
kekuasaan.
sistem
yang bobrok membuat harga politik di Indonesia begitu mahal yang diluar ambang
batas, rakyat yang mencalonkan diri sebagai legislatif maupun eksekutif menghabiskan
banyak uangnya untuk kampanye, kerena membutuhkan modal mereka berani meminjam kepada
perusahaan multinasional, pinjaman yang diberikan tidak mungkin diberikan secara
cuma-cuma pasti harus ada bunga atau jaminan yang diberikan kepada pemodal.
Lantas kapan negara berbicara soal rakyat, yang ada mereka hanya memikirkan
bagaimana mengembalikan uang hasil kampanye saat terpilih.
Permasalahan
makro maupun mikro di Indonesia harus tetap dikaji dan di telaah secara
komperhensif agar masyarakat tidak tumpul otaknya. Permasalahan yang besar akan
terselesaikan jika kita kita tetap tegar dan mau menghadapinya. Berbeda halnya
jika masyarakat tidak mengenal permasalahan bangsanya bahkan tidak mau tahu
sama sekali ini saja membiarkan penguasa membodohi jiwa dan otaknya. Maka nalar
kritis perlu ditumbuhkan kembali sebagai bentuk refleksi yang mesti
diimpementasikan sebagai solusi penyelesaian masalah.
Hasil
KOPDAR VII kemarin Dr.Ichsanuddin Noorsy selaku pakar ekonomi memberikan suatu
solusi yakni menciptakan pemberdayaan ekonomi umat dengan model koprasi
tertutup. Yang dimana seluruh anggota koprasi hanya boleh berniaga kepada
sesama anggota, uang yang berputar dalam sistem koprasi tertutup tidak akan
keluar karena sistemnya tertutup, baik pemodal, tenaga ahli, Direksi, pelangan
dan marketing semuanya berada dalam satu wadah koprasi. Sistem ini atas dasar
kerjasama dan kekeluargaan tetapi koprasi yang ideal jika memenuhi aturan
berikut:
- Setiap
anggota harus jujur dan laporan harus transparan secara rutin
- Setiap
anggota tidak boleh egois mengedepankan kepentingan pribadi daripada
kepentingan bersama
- Setiap
anggota harus komitmen tidak boleh ada penghianat yang merusak harmonisasi dan
kestabilan roda koprasi
- Setiap
anggota harus amanah dalam menjalankan tugas
- Setiap
anggota tidak boleh berniaga keluar dari wadah koprasi jika yang dibutuhkan
semua sudah ada dalam wadah koprasi
- Baik itu
pemodal, direksi, tenaga ahli,marketing, workers, maupun konsumen yang menjadi
anggota koprasi hanya boleh berniaga dalam satu wadah koprasi.
Tujuan
dari koprasi ini sebagai bentuk implementasi real yang mesti dijalankan agar
kita bisa bedaulat dan selamat dari kejamnya kapitalisme yang mendominasi hajat
hidup orang banyak. Koprasi sebagai wujud buah hasil pemikiran hingga menjadi
teknis penerapan aktivitas masyarakat
dalam transaksi dan kerjasama membangkitkan ekonomi umat.
[1]. Refleksi KOPDAR VII
PP.Ikatan Pelajar Persis feat Sahabat Weka
[2]. Koordinator Bidang
Hubungan Antar Lembaga PP. Ikatan Pelajar Persis