When The Morality Conflicted With The Organization Idealism

When The Morality Conflicted With The Organization Idealism
 Oleh: Zamzam Aqbil Raziqien (Koordinator Dept. SDMO)
Ketika Akhlak kita berbenturan dengan Idealisme Organisasi maka akan lahir sebuah teori yang dinamakan Galau Fii Sabiilillah.

Itulah yang terjadi pada diri saya sebagai ketua departemen kaderisasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persis. Saya tahu dan banyak belajar dari orang lain bahwa kaderisasi adalah jantung dari sebuah kehidupan organisasi agar dapat melakukan re-generasi kader, estafet kepemimpinan, perputaran roda organisasi dan lain sebagainya. Maka ketika departemen ini di isi oleh orang-orang yang lemah pemikirannya, jelek integritasnya, buruk akhlaknya maka dampak yang timbul bukan terhadap personal petugas kaderisasi namun berdampak pada paradigma organisasi di mata orang lain, baik internal ataupun eksternal. Inilah yang terjadi di tubuh IPP karena kaderisasi IPP saat ini di pimpin oleh orang yang lemah pemikirannya, buruk akhlaknya dan jelek integritasnya.

Kaderisasi adalah wadah sentral yang sangat sensitif, ketika kita ingin melihat sebuah organisasi arahnya kemana maka kita tinggal melihat siapa orang yang menjadi ketua departemen kaderisasi dan bagaimana latar belakangnya, maka sudah dapat kita menilai bahwa organisasi itu akan di bawa ke mana. Maka seorang pemimpin atau ketua organisasi harus senantiasa berhati-hati dalam menempatkan seseorang di departemen kaderisasi, harus sangat selektif tidak boleh sembarangan apalagi dengan alasan karena sudah lama dekat. Namun harus di nilai secara betul historis pendidikannya, referensi bacaannya, pemikirannya dan terutama adalah akhlaknya.

Saya belajar banyak mengenai pengkaderan dari berbagai macam buku yang saya baca, dari mulai buku-buku yang bersifat teori, bersifat praktis, bersifat ideologis, sampai buku yang bersifat radikal dan fanatic terhadap gerakannya sendiri. Sampai munculah kesimpulan dalam diri saya, tatkala saya menggabungkan isi buku dengan pengalaman hidup berorganisasi bahwa orang-orang kaderisasi harus senantiasa memiliki pemikiran radikal terhadap ideologi organisasi tersebut, ia harus dapat menginterpretasikan sebuah manhaj kaderisasi dalam akhlaknya sehari-hari, dan ia harus mampu menjadi prototype bagi semua kader bahwa idealnya seorang kader adalah departemen kaderisasi.

Orang-orang kaderisasi harus senantiasa menjungjung tinggi idealisme gerakan dan pemikiran organisasi. Ia menjadi orang yang paling depan menyuarakan standarisasi yang tinggi dalam sebuah kebijakan. Walau pada akhirnya ia adalah orang yang kurang disukai karena mematok standarisasi yang terlalu tinggi atau istilah lainnya so idealisme, tapi itulah tugas seorang kaderisasi, so idealisme yang nantinya berujung pada idealisme yang sesungguhnya.

Semua idealisme seorang kaderisasi yang saya gambarkan di atas sangat jauh dengan diri saya pribadi, yang saat ini masih di amanahi ketua dep.kaderisasi PP IPP. Itulah dimana saya mengatakan bahwa akhlak saya sehari-hari berbenturan dengan nilai-nilai idealisme Ikatan Pelajar Persis. Saya menyadari bahwa selama ini saya hidup dalam kemunafikan, di depan IPP saya menunjukan sikap idealisme saya, namun dibelakang IPP saya menghianati dengan akhlak buruk saya.

Saya heran sama ketua Umum IPP yang sekarang, kenapa dulu beliau menempatkan saya di ketua departemen kaderisasi, padahal dulu saya adalah orang yang paling dicurigai akan menggiring IPP ke ranah politik praktis. Sudah saya peringatkan berkali-kali resiko ketika saya di tempatkan di dep. kaderisasi bahwa akan banyak prespektif miring terhadap IPP, namun hal ini juga tidak merubah ke-egoisannya untuk memberikan amanah berat ini kepada saya. Beliau juga tahu akhlak saya seburuk apa, karena selama 6 tahun kita bersama menimba ilmu dalam satu sekolah, namun tetap beliau memberikan amanah itu pada saya, harapan saya adalah agar Allah cepat-cepat membukakan mata hatinya agar ia sadar bahwa saya tidak pantas memegang lagi amanah suci ini.

Namun semua itu ternyata tak lepas dari pelajaran yang Allah berikan terhadap saya. Allah membuat diri saya malu akan kepercayaan yang saudara Husna berikan terhadap saya, sehingga saya sedikit demi sedikit menanggalkan amanah saya di organisasi lain, saya sedikit demi sedikit mereduksi pemikiran saya yang telah banyak terkontaminasi dengan konsep praktis dan pragmatis dan saya mulai menyesuaikan pemikiran, ide dan gagasan sesuai dengan visi misi saudara Husna sebagai ketua umum IPP.

Saat ini secara ide dan gagasan pemikiran dan gerak lapangan saya pikir diri saya sejalan dengan IPP yang sekarang. Namun ketika melihat betapa buruknya akhlak saya yang sekarang, saya merasa sangat bersalah terhadap IPP, sulit mengintegrasikan antara akhlak dengan idealisme gerakan dengan ideologi gerakan dengan paradigma gerakan dengan manhaj kaderisasi dan lain sebagainya. Ingin rasanya mengundurkan diri dari IPP sebelum Allah tampakan aib saya di depan mata semua orang. Saya sangat takut dengan surat Ash-shaff ayat 3, berjibaku pemikiran membuat suatu konsep gerakan namun saya sendiri tidak melaksanakannya, na’udzubillahi min dzalik.

Namun hidup adalah sebuah pilihan, dan pilihan itu hanya ada dua, hidup sebagai pahlawan atau mati sebagai pecundang. Saya menyadari bahwa dosa-dosa saya adalah alasan mengapa wajibnya saya ber-IPP, sehingga IPP menjadi sebuah peringatan terhadap sayaakan sebuah dosa yang akan saya lakukan. Dan saya sadar bahwa IPP akan terus berjalan dengan atau tanpa saya, ini adalah kata kata yang sering saya ucapkan terhadap teman-teman angkatan 2011 tahun lalu dimana PP IPP mengalami degradasi akuntabilitas yang signifikan, yang pada akhirnya kata-kata itu berlaku juga bagi diri saya pribadi, sehingga timbulah sebuah kesimpulan bahwa, IPP tidak membutuhkan saya, tapi saya yang membutuhkan IPP.

Arraasikhuuna Fil’Ilmi.

Persis: Jangan Sampai Jakarta Dipimpin Non Muslim

Persis: Jangan Sampai Jakarta Dipimpin Non Muslim
Photo KH. M. Abdurrahman (Ketua Umum Persatuan Islam)
KETUA Umum organisasi Persatuan Islam (Persis) mengajak umat Islam untuk memilih pemimpin  yang mampu menjaga agama dan mengatur negara.

“Tugas kepala negara itu ada 2 yaitu menjaga agama dan mengatur negara. Umat Islam wajib memilih pemimpin yang mampu menjalankan tugas tersebut,” demikian dikatakan Maman Abdurrahman kepada Islampos via sambungan telepon, Sabtu, (24/5).

“Tentunya pemimpin yang demikian itu harus sesuai dengan  prinsip-prinsip  Islam seperti beriman dan bertaqwa kepada Allah, melaksanakan amanah, adil, dan memiliki aspek spritual, intelektual, dan moral yang terbaik,” terangnya.

Di sisi lain, ia mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak menyebarkan isu dan informasi negatif tentang Capres dan Cawapres 2014 sebab khawatir menjadi ghibah.

“Buat apa black campaign, kalau bisa kampanye secara terang,” ujarnya.

Mengingat hanya ada 2 pasang Capres dan Cawapres dengan segala kelebihan dengan kekurangan, ia menyampaikan kaidah fiqih yakni yang tidak bisa dijangkau semua, jangan ditinggalkan semua.

Terakhir ia mengingatkan umat Islam untuk peduli dengan Jakarta.
 “Jangan sampai Jakarta dipimpin oleh non-muslim,” tutupnya. [andi/Islampos]

Aksi Cepat Peduli - Dep. Sosial PP Hima-Himi Persis bersama Pusat Zakat Umat Persatuan Islam

Aksi Cepat Peduli - Dep. Sosial PP Hima-Himi Persis bersama Pusat Zakat Umat Persatuan Islam - Bakti Sosial - Tanggal 31 Mei 2014, tempat Baksos Ke Sukanagara - Cianjur Selatan. Sasaran Dhuafa, Yatim Piatu - Fakir Miskin. Open Donasi No. Rekening 038201015685504 Bank BRI AN Ihsan Fauzi Rahman
Konfirm ke 08999312481 atau Pin BBM 2750959E


Pelajar Cerdas Luar-Dalam, mungkinkah? bagaimana meraihnya?

Pelajar Cerdas Luar-Dalam, mungkinkah? bagaimana meraihnya?
created by Acheu Punamasari (santri Persis PPI 1 Bandung)
Ilmu adalah elemen penting yang dibutuhkan otak, tanpa suplai ilmu otak tidak akan melakukan kerja-kerja berfikirnya sebagai hewan yang berfikir (hayawanun naatiq), maka wajar kemudian jika dalam mencari ilmu dalam islam diwajibkan dari buaian hingga menuju liang lahat. Al-Qur’an pun menjelaskan bahwa tidak sama orang yang mengetahui (baca: mempunyai ilmu) dengan orang yang tidak mengetahui bahkan meninggikan orang yang mempunyai ilmu beberapa derajat dibandingkan yang lainnya (tentunya dengan dibarengi keimanan kepada Allah).

Selanjutnya ilmu dalam Islam sendiri ibarat navigasi (penentu arah) guna menuju kepada Allah swt. Maka tidak heran ketika Islam menentang sekularisme (pemisahan antara dunia dan agama), karena tujuan dari mencari ilmu dalam Islam ialah agar manusia –dengan hati yang jujur lagi tawadlu- mampu melacak siapa sebenarnya penciptanya, apa tujuan ia diciptakan dan kemana ia akan kembali setelah mati. Ilmu adalah rute terdekat menuju Allah Swt, karena seorang ‘aalim (orang berilmu) yang mempunyai jiwa kesatria ia akan memaklumi bahwa diantara para ‘aalim ada Al-‘aliim (Yang Maha Mengetahui) yaitu Allah Swt.

Setali tiga uang, ilmu selanjutnya akan mengantarkan pemiliknya pada kebaikan akhlak dikarenakan sang pemiliki ilmu tahu bahwa terlalu banyak rahasia alam yang ia tidak ia ketahui serta ia sadar bahwa ketidak tahuannya mengharuskan ia menelusuri petunjuk Allah yang Maha Tahu dengan aturan sempurna-Nya yang terangkum dalam Islam. Maka konklusi (kesimpulan) dari proses pencarian ilmu tersebut ialah kebaikan akhlak dan penghambaan kepada Allah Swt. Dan kesemua ini merupakan tujuan dari adanya proses pendidikan dalam Islam; kepintaran yang berbikai integritas.
Dari sini wajar jika selanjutnya peradaban Islam mampu mencapai masa jayanya ketika ilmu dan iman “berpacaran” saling merindu, selalu mengusahakan bertemu, berkorban tiada jemu. Hingga barat yang kini berkembang pesat mengutuki masa kepecundangannya sendiri dengan menyebut masa tersebut bagi barat sebagai dark age, zaman kegelapan. Hingga akhirnya peradaban dunia Islam runtuh ditinggarai dengan “putus”nya ilmu dan iman oleh tipu daya dunia yang menjerumuskan. Budaya ilmu sebagai alat pelacak Allah beserta karunia-nya pun mulai meluntur sehingga kemunduran tak lagi terelakan.

Mari kita renungkan hal apa yang penting dari Adam as hingga malaikat dan iblis Allah perintahkan untuk menghormatinya? Jawabanya ialah karena Adam as diberikan oleh Allah ilmu berupa nama-nama yang malaikat pun tidak mampu menyebutkannya, disertai keimanan  dan ketaatan ia hidup dalam damai di surga-Nya bersama Hawa pasangannya. Lalu sebaliknya apa yang selanjut membuat Adam as terhina hingga ia diturunkan kedunia meninggalkan surga bahkan terpisah dari hawa? Tidak lain karena ilmu dan imannya terhijab syahwat hingga terhambat untuk taat.

Maka semestinya ilmu dan iman harus senantiasa bersama dalam arti yang seutuhnya, bukan seperti sepatu yang hanya berpasangan namun tak pernah bersatu, selalu melangkah atas dasar kepentingan manusia, bukan atas kesadaran akan aturan Allah. Ilmu pun jangan ia dibiarkan menjalani hubungan long distance relationship (hubungan jarak jauh)dengan iman, bahkan ia harus lebih dekat dari lima langkah terintegrasi dalam niat suci, menjadi wakil ilahi rabbi dimuka bumi.

Dari sini tergambar oleh kita maksud para pendahulu kita menyatukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum yang sejatinya bagai dua sisi mata uang, tak terpisahkan. Memadukannya dalam sebuah lembagai yang bervisi “thaaifah yufaqqihuuna fiddin” bukan semata-mata untuk menentukan bid’ahnya tahlilalan - haramnya berbagai bentuk syirik. Namun tujuan ini atas dasar warisan rumus yang pernah diterapkan dizaman keemasan Islam. Maka tidak heran jika pendidkan dengan konsep tersebut -jika dikelola dengan serius- akan menghasilakn PELAJAR YANG CERDAS LUAR-DALAM. Modal keimanan sudah ada, tinggal mencari pasangannya yang dulu hilang yaitu ilmu beserta budaya ilmiah yang menuggu kembali dipersatukan dalam cinta, ditengah dunia yang menjerit-jerit minta diusrusi.

Akankah warisan tersebut bisa kembali pada ahli warisnya? Mampukah pelajar muslim sebagai penerus perjuangan Islam menggapai kejayaan ilmu kembali? Atau zaman memang sudah menempatkan umat Islam sebagai penonton saja? Hingga lembaga pendidikan multi ilmu hanya sebatas indrusti pendidikan yang diserba islamkan? Tantangan apa saja  yang dihadapai umat muslim dalam menggapai buadaya ilmu? Lalu bagaimana mengenai posisi ilmu, ilmu pengetahuan hingga tujuan pendidikan dalam islam dalam tinjauan seorang pakar pendidikan? Mampukah serang pelajar mencapai kecerdasan luar-dalam?
Hemat saya anda bisa menemukan jawabannya dalam acara ini, hadir dan ajak teman terbaikmu.

Oleh: Acheu Punamasari (santri Pesantren Persis 1 Bandung)

Konsep permainan menjadi Tuhan: Memperbudak dunia dengan sebutir Pasir

Konsep permainan menjadi Tuhan: Memperbudak dunia dengan sebutir Pasir


Salah satu RFID dengan ukuran 2cm x 1.5cm yang akan ditanamkan di tangan kanan dan dahi

Oleh: Rifqi Azhar Nugraha[1]
            Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.[2]
Perbudakan telah terjadi pada masa jahiliyyah (kebodohan), bukan bodoh terhadap perkembangan dunia namun bodoh terhadap masalah aqidah. Pembaca tentu tahu masa ini terjadi sebelum hadirnya Islam sebagai cahaya kehidupan. Sebelum Nabi Muhammad saw diangkat sebagai Nabi lalu Rasul. Jika pembaca menganggap bahwa hari ini sudah tidak ada lagi perbudakan, anda keliru! Perbudakan telah terjadi sejak Perang Dunia I, II, hingga sekarang dan para konspirator sedang menyiapkanya dalam jangka kurang dari 10 tahun.
            Konspirator dunia ini dipimpin oleh secret society terbesar di dunia seperti Illuminati, Freemasonry, Skull & Bones, Bohemian Grove, Club of Rome, Brotherhood Snake, dll. Pembaca tentu tahu nama-nama organisasi tersebut, namun apakah sudah benar-benar kenal dengan mereka? Ada yang menganggap itu hanya organisasi sosial, pembantu rakyat dunia, dan lain sebagainya. Nyatanya konspirasi di dunia ini dimotori oleh mereka.
Barcode
            Tahun 1970 telah ditemukannya garis hitam putih dengan ketebalan tidak menentu, garis ini berfungsi sebagai alat identifikasi suatu barang. Garis ini mewakili kode-kode angka biner, garis hitam bernilai 1 dan garis putih (spasi) bernilai 0. Garis dengan ketebalan berbeda itu bernilai 1-9 sesuai ketebalannya masing-masing. Kita dapat menemukan barcode disetiap barang yang kita miliki, makanan, gadget, buku, hingga lembar jawaban ujian nasional. Namun tentu saja kita tidak akan menemukannya jika kita membeli makanan di sebuah pedagang kaki lima.
            Ternyata barcode ini adalah salah satu konspirasi yang zionis buat, secara langsung mereka mengaku bahwa mereka adalah para pemuja setan dan sudah memulai rencananya sejak ditemukannya barcode. Dibawah bar/garis hitam putih, kita dapat melihat jajaran angka sebagai kode input pada komputer, angka itu selalu berjumlah 13 angka. Terdapat 3 garis hitam yang lebih panjang dari garis yang lain, itu terdapat di awal, di tengah, dan di akhir. Garis hitam ini dengan ketebalan yang sama antara garis awal hingga akhir mempunyai nilai 6, sehingga jika disatukan antara awal, tengah, dan akhir tentu saja membuat angka itu menjadi angka-angka para satanis.
Radio Frequency Identification (RFID)
            RFID adalah sebuah alat yang berukulan kecil yang ditanam di dalam tubuh hewan ternak. Dengan memasang alat ini pada hewan ternak kita, kita bisa tahu suhu tubuhnya, perkembangan biologinya, penyakit yang diderita, rasio kecukupan gizi, identifikasi gen, pendataan virus, dan bisa juga sebagai alat pelacak. Chip ini adalah perkembangan dari barcode, RFID mulai tenar dan digunakan oleh para petani di Michigan, Kanada, dan Meksiko.
Mondex adalah perusahaan pionir yang mengembangkan berbagai macam chip termasuk Verichip atau RFID chip ini. Sistem transaksi mereka menggunakan SET Protocol (Secure Eletronic Transaction) yang didisplay sebagai SET Mark. SET atau Seth dalam pemahaman orang-orang Mesir Kuno berarti Dewa Setan atau Lucifer. Mondex bekerja sama dengan perusahaan OrbComm yang memfasilitasi satelit navigasi yang seringkali disebut Big Brother.[3]
SET Mark dapat kita temui pada ponsel yang selalu kita bawa, SIM Card. Dan Smart Card atau kartu ATM. Dengan kartu ini kita dapat melakukan pembayaran tanpa uang tunai dan tanpa bertemu. Lebih dari 20 negara telah mengadopsi sistem pembayaran ini dengan undang-undang berbeda di setiap Negara.
RFID terbaru telah diperkenalkan pada tahun 2008, oleh perusahaan Hitachi di Jepang. Ternyata ukuran terkecil dari RFID ini berukuran 0.4 x 0.4 atau sebutir pasir. Dengan chip yang memiliki 128 bit ROM dan menyimpan 38 digit angka, alat ini mampu menyimpan data pribadi, kesehatan, pajak, politik, dan keuangan. Kapsul RFID beroperasi pada frekuensi 860Mhz dan 960Mhz dan datanya disusun rapi di pusat data (database server).[4]
Dengan berbagai fungsi, RFID ini tidak hanya dipakai oleh hewan ternak namun ternyata manusia pun akan dipakaikannya. RFID yang sebesar biji beras akan dipakaikan di tangan kanan atau dahi, tentu saja seperti halnya hewan bahwa informasi mengenai diri kita, kesehatan, perkembangan biologis, pajak, riwayat hidup, jumlah uang di rekening, dan keberadaan diri kita di muka bumi ini akan teridentifikasi oleh chip ini.
Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu.[5]
Ayat yang diambil dari kitab Injil di atas ditafsirkan oleh orang Yunani, sebagai Mark of the Beast (Tanda Binatang). Tanda di tangan kanan dan dahi adalah ciri seseorang telah menjadi budak atau hamba sahaya orang yang memberika tanda tersebut.
Uji coba RFID untuk manusia telah dilakukan pada 120.000 pekerja pada tahun 2007 di Hongkong, khususnya pekerja-pekerja migran, di Amerika Utara pun pernah ada uji coba chip ini. Dengan memanfaatkan augmented reality[6], transaksi menggunakan chip ini menjadi tidak mustahil. Tentu saja jika semua orang di dunia telah memakai chip ini sebagai alat jual beli yang sah kita tidak akan bisa menghindarinya. Data pribadi kita akan terlihat oleh zionis, dimana pun kita berada kaum yahudi akan tahu, sudah tidak ada lagi privasi di dunia ini, HAM yang ada pada undang-undang hanyalah ilusi.
Inilah mengapa saya sebut sebagai permainan menjadi Tuhan, sebutir pasir itu adalah chip RFID yang berukuran 0.4 x 0.4 karena mereka tahu informasi pribadi kita, dan tahu keberadaan kita serta aturan hidup dunia untuk menggunakan chip ini seolah-olah kita menjadi budak mereka. Batterai Lithium, inilah bahan yang ada pada RFID. Pembaca tentu mengetahui jika kita menelpon sambil mengisi ulang baterainya, maka ponsel kita akan panas dan jika dipaksakan maka meledak. Hal itu terjadi karena gelombang radio yang sangat kuat ketika berbicara dengan seseorang disana bergesekan dengan listrik yang ada pada batterai. Dengan melakukan hal yang sama pada RFID maka dahi dan tangan kanan kita bisa melepuh atau meledak dan meninggal.
Getaran ponsel, radiasi laptop saja sudah cukup berbahaya bagi kesehatan manusia, apalagi chip dengan sinyal kuat dipasangkan di dalam tangan dan dahi. Hal ini bahkan tidak etis untuk hewan sekali pun tumbuhan, apalagi untuk manusia. Sejak 1970 yahudi telah menyusun rencananya dengan rapi, apakah sekarang kita masih tertidur?


[1] Penulis adalah staf di PP. Ikatan Pelajar Persis – Departemen Komunikasi dan Informasi, PK. Himpunan Mahasiswa Persis UIN Sunan Gunung Djati Bandung – Bidgar Kaderisasi, beliau sedang mengemban ilmu setingkat sarjana di UIN Sunan Gunung Djati Bandung – Jurusan Teknik Informatika.
[2] Qur’an Surat Al-Baqarah (2) ayat 120.
[4] Zaynur Ridwan “Novus Ordo Seclorum” hal 74 tahun 2013
[5] Alkitab (Injil) Wahyu 13:16-17
[6] Sebuah alat penampil gambar/layar komputer yang dipakai pada mata, Google Glass adalah salah satu percobaanya.

Karena Malaikat pun mengintai Facebook

Karena Malaikat pun mengintai Facebook
Sumber: Google
Tahukah bahwa ternyata facebook pun beresiko cacat iman dan akhlak, itupun apabila facebook tidak digunakan dengan proporsional dan bijak. Berikut rincian pengaruh facebook terhadap akhlak penggunanya berdasarkan hasil penelitian says dari sebuah tugas sebagai berikut:

        Bertuturkata
Memperbarui status mungkin adalah hal yang sudah tak asing lagi di facebook. Hal kecil ini bisa berpengaruh besar terhadap akhlak. Mengapa? Status facebook adalah gambaran dari kepribadian seseorang. Apabila bahasa di dunia maya tidak dapat dijaga, maka berarti ia pun tidak bisa menjaga akhlaknya.Selanjutnya dalam hal mengomentari. Memang di satu sisi, adanya facebook ini bisa menjadi alat yang mempermudah orang-orang yang berkepentingan dalam suatu forum untuk berdiskusi. Alat untuk mendiskusikan hal-hal yang bermanfaat. Meski demikian manfaatnya, tetapi yang menjadi titik masalah adalah saat mereka yang mensalahgunakan facebook. Entah itu dengan komentar seenaknya, tidak senonoh, romantisme antar lawan jenis yang tidak sah, kasar, mengkritik sepedasnya, dan lain sebagainya. Inilah yang menjadikan posisi facebook di satu sudut sangatlah sensitif bagi perkembangan budi pekerti dalam berucap dan berbicara. Apalagi jika ada orang yang kecanduan facebook yang hanya dihabiskan untuk menyakiti orang lain lewat komentarnya, maka tanpa disadari sudah berjam-jam pula kita berbuat dosa, setiap pertambahan menit setiap itu pula dosa kita mengalir ketika facebook. Na`udzubillaah!
        Berpose
Foto-foto bagi para pengguna facebook memang "bermanfaat". Mengapa harus sewajarnya? Sebab, banyak yang memanfaatkan facebook sebagai popularitas, tempat memperlihatkan kecantikan atau ketampanan (non godhul bashor), dan penyimpangan-penyimpangan tak senonoh lainnya. Ini bukan lagi hal wajar, tetapi sudah dalam kapasitas kurang ajar. Foto-foto yang tidak sesuai dengan norma dan etika, itulah yang harus kita hindari.

        Rasa Malu
Ini adalah sifat yang harus kita jaga dan kita pelihara dalam kehidupan. Karena apabila kita sudah tidak memiliki rasa malu, maka kita akan berbuat apapun yang kita mau. Orang yang dewasa tentu sudah bisa memposisikan dirinya dan mampu membedakan mana hal yang baik dan yang salah, mana hal yang mesti dilakukan dan tidak. Begitupun ketika bermain facebook, apalagi yang sifatnya maya, tentu memiliki peluangyang lebih luas, dan dengan facebook maka sedikit demi sedikit bisa mengikis rasa malu kita kepada Allah. Kita takkan malu lagi mengkritik, upload foto yang keterlaluan, meng-update hal yang tidak penting, tulisan-tulisan kasar, maka perlahan demi perlahan akan hilanglah rasa malu dari dalam diri kita dalam berbuat keburukan.

        Berteman
Saya menyarankan agar senantiasa memilah-milih teman tidak hanya didunia nyata, tetapi juga dunia maya. Apalagi jika kita adalah typical orang yang mudah terbawa arus. Pasalnya, banyak sekali penyimpangan-penyimpangan facebook akibat pertemanan mereka dengan orang-orang yang memang menyimpang dan menyalah gunakan facebook.

        Berkurangnya tali silaturahmi
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa facebook bisa mengurangi ukhuwah silaturahmi. Sebab, apabila kita terlalu mengandalkan facebook, maka berarti kita hanya mengandalkan silaturahmi via dunia maya dan mempersempit ukhuwah yang seharusnya terjalin di dunia nyata. Pendapat ini bisa kita petik hikmahnya. Bahwa silaturahmi yang paling dan lebih afdhol adalah bersilaturahmi secara langsung, dengan begitu kita akan lebih mempererat ukhuwah dan lebih merasakan indahnya silaturahmi bersama saudara kita dibandingkan silaturahmi yang hanya sebatas maya.

        Amal Perbuatan
Karena malaikatpun mengintai facebook. Malaikat takkan pernah absen untuk mencatat segala amalan kita, entah itu dunia nyata ataupun dunia maya. Segala amal perbuatan apapun itu, meskipun di duna maya, tetap saja akan ada pertanggung jawabannya kelak di akhirat, tetap akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil-hisab. Sebab, dari sebuah jejaring facebook saja, bisa melahirkan masalah-masalah besar. Dari facebook pula, bisa menghasilkan kontroversi-kontroversi yang luar biasa meski hanya sebatas maya.
Semoga tulisan kecil ini bermanfaat dan kita bisa dilindungi dari fitnah-fitnah ataupun akhlak tercela dunia maya. aamiin

Ketua IPPi Pimpinan Region Garut
(Shopiah Syafaatunnisa)

Difable Creative

Difable Creative

Oleh: Farhan Fuadi Rahman[1]
Apa Itu Difable?
Kepayahan, itulah kiranya jika seseorang mencoba mencari kata difable dalam bahasa inggris. Bukannya mendapat apa yang dicari, tapi malah tidak menemukannya sama sekali. Mengapa demikian?

Hal tersebut dikarenakan kata tersebut telah mengalami eufimisme, yaitu pengahlusan makna. Kata disble sebenarnya merupakan singkatan dari bahasa inggris Different Ability People yang secara harifiah diartikan orang yang berbeda kemampuan. Kata ini digunakan pertama kali oleh beberapa aktivis gerakan penyandang cacat, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesenjangan antara penyandang cacat dengan manusia lainnya. Lagi pula bukankan sejatinya manusia itu berbeda-beda? Inilah yang dimaksud bahwa penyandang cacat pun mampu melakukan apa yang orang normal lakukan, hanya dengan cara yang berbeda[2].

Di dalam bahasa Indonesia sendiri eufisisme juga dilakukan, untuk menyebutkan orang yang mempunyai kecacatan, tidak langsung disebut orang cacat, namun diperhalus menjadi penyandang cacat.

Adapaun dari segi arti, kata tersebut dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “seseorang yang memiliki ketidak-sempurnaan”. Namun Konotasinya tetap jelas, arti  tersbut ditujukan pada orang-orang yang mempunyai ketidak sempurnaan dalam fisik; baik berupa buta, tuli, bisu, lumpuh –baik karena dari lahir atau kecelakaan- juga dalam  mental seperti autis hingga down syndrome. Simpulan ini penulis fahami dari fenomena bahasa yang penulis lihat. Arti tesebut tidak pernah digunakan untuk menyebut akhlak atau kepribadian seseorang, karena tidak pernah orang normal secara fisik dan mental ketika melakukan kesalahan –dari mulai korupsi hingga membunuh- disebut orang yang cacat[3].

Tentunya dari sini saja definisi serta penggunaan kata tersebut telah mengandung unsur diskriminatif, dimana orang yang tidak pernah minta dilahirkan (apalagi dilahirkan dalam kondisi tidak sempurna) dalam kehidupannya harus menanggung embel-embel yang cenderung merugikan dirinya, hal ini belum terhitung perlakuan diskriminatif yang mereka terima serta gunjingan yang di dapat ketika bersinggungan dengan orang-orang yang disebut “normal” atau “sempurna”. Kutipan pada dua kata itu penulis bubuhkan karena secara tidak sadar kata normal dan sempurna itu telah mereka gunakan karena dominasi mereka yang secara jumlah lebih banyak dibandingkan para penyandang cacat. Namun coba kita sedikit beranalogi, jika saja jumlah itu dibalik, ketika jumlah penyandang cacat mendominasi dan manusia “normal” -”sempurna” berjumlah minoritas, maka siapa kemudian yang akan disebut cacat?

Pandangan Islam Mengenai Persamaan
Persamaan (Al-Musaawamah) dalam pandangan islam sebagai agama yang syamil (komperhensif) dan kamil (sempurna) begitu jelas. Ia tidak hanya menunjukan agama islam yang mempunyai toleransi tinggi dalam bersosial tapi juga ia merepsresentasikan Maha Adilnya Allah Swt.
Mari kita buka pembahasan ini dengan melihat firman Allah berikut:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujuurat:13)
Ayat ini cukup menjadi gambaran bagi kita betapa Allah swt tidak menyinggung perbedaan dari makhluk taklif (baca:manusia) yang ia ciptakan selain substansi mereka didalam beribadah kepadanya. Tidak atas dasar ras,  harta, IQ bahkan tidak atas dasar bentuk fisik. aspek takwa menjadi sentral karena mampu dicapai oleh setiap manusia berakal. Tidak peduli apakah mereka buta, tidak sempurna anggota tubuhnya atau mengalami kecacatan lainnya. Selama akal mereka bisa berfungsi, predikat takwa bisa di dapatkan olehnya, sungguh suatu bentuk kasih sayang Allah swt.
Keniscayaan kehendak Allah ini dikuatkan melalui sabda Rasulullah saw[4]:

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إن الله لا ينظر إلى أجسامكم، ولا إلى أموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم.

Dari Abi Hurairah r.a ia berkata: telah bersabda Rasulullah Saw: sesungguhnya Allah tidak melihat pada (bentuk) fisik kalian dan tidak melihat pada harta benda kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian dan amal kalian.
Penunjukan beberapa dalil diatas kirannya cukup untuk mempersepsikan Islam sebagai agama yang terdepan dalam persamaan. Bahkan agama ini mengatur dengan apik hak-hak adamy (HAM), apa yang akhir-akhir ini diteriakan untuk mendukung sesuatu yang keliru. Lebih jauh lagi kita fahami bahwa tidak ada istilah VIP bagi Allah[5] terhadap hambanya. Semua dipandang penting dalam penciptaanya, hal ini seperti firman Allah ta’ala:
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?”( Q.S Al- Qiyamah : 36).

“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja)?”(Q.S Al-Mu’minun: 115).

dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.(Q.S Al-Anbiya: 16).
Inilah bukti keagungan Agama Islam, dimana setiap manusia diistimewakan oleh Allah bahkan dari makhluk yang lainnya, semuanya tidak luput dari pengawasan Allah sedetik pun. Manusia sendirilah yang menjadikan dirinya ada dalam keadaan khasr (rugi)- asfala saafiliin (paling rendah) atau muflihun (beruntung) – faaizuun (menang), dan pilihan ini pilihan bagi semua hamba Allah yang fungsi akalnya normal (tidak mengalami gangguan jiwa) meskipun fungsi fisiknya terganggu parah sekaipun.

Peran Pemerintah Bagi Para Penyandang Cacat
Sejalan dengan itu sebetulnya pemerintah pun –entah karena mengilhami ayat-ayat Allah atau tidak- meng-cover para penyandang cacat dengan peraturan dasar tertingginya yaitu UUD 1945 pasal 27 serta ditambah lagi penguatan pada amandemen UUD 1945[6]. Adapun UUD  1945 pasal 27 tersebut berbunyi :” Setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini mengindikasikan adanya itikad dari negara Indonesia guna menyelenggarakan pemerintahanan yang mampu mensejahteraan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Selanjutnya UUD 1945 ini ditegaskan oleh UU RI nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat yang secara tegas mengatur hal ihwal hak penyandang cacat dalam setiap segi kehidupan[7]

Lain teori lain praktek, inilah relita yang dialami oleh para pennyandang cacat di republik ini. Peraturan yang tidak disertai kontrol yang ketat membuat pasal ini sebatas tulisan saja. Asumsi ini bukan tanpa dasar, mentri sosial Salim Segaf Al-jufri pun mengamini hal ini. Dalam sebuah wawancara ia mengutarakan: “perahatian pemerintah kepada anak pentyandang disabilitas masih rendah” hal ini dikarenakan pemerintah memliki data akurat mengenai jumlah anak penyandang disabilitas di Indonesia.(www.Tempo.co/pemerintah akui belum perhatikan penyandang cacat).

Begitu pula diranah pendidikan, meski UUD 1945 telah menjamin bahwa pendidikan merupakan hak seluruh warga negara, juga undang-undang mengenai sistem pendidikan[8] telah menegaskan hal itu, namun pendidikan bagi penyandang cacat masih dirasa belum bisa memenuhi kebutuhan mereka[9]. Terlebih pada pendidikan tinggi, belum ada lembaga pendidikan yang secara khusus menampung penyandang cacat dan mendidik mereka melalui perguruan tinggi. Memang ada universitas yang mulai memberikan kesempatan itu, namun jumlahnya masih jauh dari kata cukup. Bahkan salah satu universitas negeri di indonesia dalam penginformasian daya tampung SNMPTN 2014[10], mereka mencantumkan persyaratan fisik yang berarti menapikan kehadiran para penyandang cacat, sungguh hal yang disayangkan.

Rasa kasihan, rasa khawatir dan kesulitan untuk mandiri, tidak kemudian melepaskan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pendidikan untuk seluruh warga negara hingga abai terhadap pembeian hak-hak penuh terhadap penyandang cacat. Maka konsep Islam jauh lebih maju, dimana ia melihat potensi akal, bukan ketidak sempurnaan fisik. maka jika langkah ini ditiru, Indonesia akan mampu menggali potensi luar biasa para penyandang cacat yang biasanya mempunyai motivasi lebih kuat untuk maju dibanding orang normal kebanyakan.

Permaslahan ini tentunya menjadi PR tersendiri bagi calon-calon negarawan masa depan –dalam hal in pelajar-, dari sekelumit permaslahan yang ada di negeri ini. Bagaimana ia bukan sekedar memetakan permasalahan namun juga memberikan solusi yang terasa hingga akar rumput (grass root).

Penyandang Cacat + Manusia Normal = Manusia Luar Biasa
Berbicara masalah pemberdayaan manusia adalah berbicara bagaiamana manusia mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki, tentunya dalam kegiatan-kegiatan positif. Potensi positif tersebut jika terus dikembangkan akan menjadi ciri khas dari manusia itu sendiri. ciri khas inilah yang penting karena akan menjadikan manusia mampu mencapai target penciptaan yang digariskan oleh Allah Swt.[11]

Pemberdayaan pun selayaknya tidak pandang bulu, karena kerjanya bukan memilah namun memberikan pendidikan-pendidikan serta nilai positif baik secara intern maupun secara ekstern.

Maka penulis mempunyai gagasan membuat sebuah komunitas yang didalamnya berisi setiap elemen masyarakat termasuk penyandang cacat sebagai anggota utamanya. Namun, gerak komunitas ini tidak hanya memperhatikan para penyandang cacat, ia juga bergerak dibidang sosial secara umum. Dalam komunitas ini semuanya dipukul rata, semua kerja sosial “apapun itu, siapapun itu dan kepada siapapun itu” adalah tujuan organisasi ini. Langkah ini diambil agar terjadi dinamika yang baik dalam organisasi tersebut, dimana para orang yang normal bisa melihat semangat , kecerdasaan, keuletan para penyandang cacat dalam menjalankan aktivitas mereka, baik dalam keseharian juga dalam kegiatan-kegiatan sosial. Demikian pula bagi para penyandang cacat mampu lebih semangat lagi menjalankan harinya karena terus dibimbing dikuatkan serta diberi motivasi bahwa tidak ada perbedaan antara orang normal dan penyandang cacat; Semua sama pentingnya, sama membutuhkan orang lain, sama dimata Tuhan . Dan seluruh anggota komunitas ini ditanamkan prinsi bahwa khairunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama).
Aspek-aspek tersebutlah yang kita harapkan menjadi sesuatu yang luar biasa, dimana terjadi suatu kepaduan yang sangat membantu bagi para penggiat komunitas tersebut terutama dalam menjalani serta memaknai kehidupan. Agar mereka mampu mengembangkan semaksimal mungkin potensi yang mereka miliki.

Motiva Incred-Able
Salah satu bentuk partisipasi sosial dari komunitas yang penulis maksud ialah adanya lembaga training yang para trainnernya adalah para penyandang cacat itu sendiri. Ide ini penulis dapatkan ketika mengikuti program sosialisasi beasiswa yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga zakat nasional di kampus Universitas Padjadjaran[12]

Inspirasi ini datang dari pengisi acara tersebut yang ternyatas seorang tuna netra multi talenta bernama Eko Ramaditya Adikara. Layanknya manusia normal ia beraktivitas, berkarya, bahkan dengan menggunakan komputer.ia juga eksis dijejaring sosial, mampu bermain alat music dan hidup bak manusia seutuhnya dengan menikahi wanita normal dan telah mempunyai anak dengan tanpa kecacatan apapun.  Hal Luar biasa lainnya karena dia nyaris tidak menunjukan sikap inferiorirty dalam penampilannya didepan public serta penuh rasa syukur akan apa yang telah ia terima dalam hidupnya.

“Kita kadang lupa untuk mencintai diri kita sendiri, tidak bersyukur atas apa yang telah kita punya” paparnya dengan semangat. Bahkan ketika seluruh peserta diajak bersimulasi, diintruksi agar memejamkan mata dan mencoba merasakan beberapa saat menjadi tuna netra, entahlah tapi sungguh bagi penulis ini sangat berkesan.

Maka gagasan inilah yang ingin penulis sampaikan, dimana ada sebuah lembaga training yang memberdayakan para penyandang cacat sebagai trainnernya. Karena secara persuasif jauh lebih ampuh dari trainer pada umumnya. Gagasan ini juga tetap bertumpu pada asas saling menguntungkan dimana ketika para peserta training mendapat motivasi, begitu pula trainer tersebut yang semakin termotivasi karena ia meampu menjadi motivator, menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama ditengah kekurangannya sebagai penyandang cacat.

Maka lembaga motivasi ini penulis namakan Motiva Incread-Able, yang merupakan bentuk eufoni (bunyi yang enak didengar) dengan maksud motivation of incredible Ability. Lembaga ini akan luar biasa karena beberapa hal. Pertama, lembaga ini menyatukan seluruh elemen (para penyandang cacat dan manusia normal). Kedua, motivasi yang disampaikan selalu atas sessuatu yang pernah dialami sehingga terhindar dari ejekan yang lazim dilontarkan pada trainner seperti :“hidup ini gak segampang perkataan Mario teguh”, dsb. ketiga, motivasinya selalu multi dimensi, karena berakhir dititik dimana manusia bersyukur kepada Tuhannya. Keempat, memberikan makna hidup bagi penyandang cacat, karena eksistensi mereka dengan cara ini membuat mereka kini punya tempat dikhalayak banyak. Kelima, tempat yang mereka dapatkan dimasyarakat akan dimanfaatkan guna memperjuangkan hak-hak para penyandang cacat di negeri ini yang masih belum terpenuhi secara layak, Ar-Rasikhunaa fil 'ilmi, Wallahu a’lam.

[1] Penulis merupakan Ketua Departemen Pendidikan dan Dakwah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persis yang sedang menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Arab , Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.
[3] Menurut informasi program, kamus ini mengacu pada KBBI daring (edisi III) yang dikeluarkan secara resmi oleh pusat bahasa melalui website resmi mereka http/pusatbahasa.diknas.go.id.
[4] Hadist riwayat Muslim no.2564 dalam bab al-birru, wa ash-shillah wa al-adab . maktabah syamilah
[5] Lihat tulisan KH. E Abdurrahman, recik-recik dakwah. Hal:67
[6] makalah tentang hak penyandang cacat diranah ketenagakerjaan, Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam Badan Pembinaan Hukum Nasional. Bphn.go.id. hal:1
[7] Lembaran negara republic Indonesia, UU RI Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat. Ngada.org
[8] Lihat Undang-undang RI No.20 Tahun 2003tentang sistem pendidikan nasional
[9] Sebetulnya pemerintah telah mengakomodir pendidikan bagi penyandang cacat dengan klasifikasi kecacatan dari para penyandang cacat itu sendiri. Namun keberadaannya lewat SLB-SLB yang ada masih dirasa kurang, selain belum terdapatnya SLB tersebut di daerah-daerah juga karena belum ada pihak swasta yang melirik segmentasi pendidikan ini, maka lebih dari cukup untuk menyimpulkan pendidikan bagi penyandang cacat masih sulit didapatkan.
[10] Lihat akun twitter Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran :@Aku_Masuk_Unpad
[11]Lihat Ibnu Maskawaih dalam kitab Tahdzibul akhlak (diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, menuju kesempurnaan akhlak).
[12] Kampus Jatinangor. kamis, 19 februari 2014