UN? SEBAGAI PELAJAR MUSLIM, PERSIAPKAN SAJA

                                (Rangkaian Nasihat bagi para pelajar dalam menghadapi ujian)

                                                                  Oleh : Cep Gilang Fikri
                                 (Bidgar kajian Ilmiah intelektual Ikatan Pelajar Persatuan Islam)
UN seolah menjadi sesuatu yang sangat ditakutkan oleh kebanyakan para siswa/siswi. UN dinilai segalanya, padahal ada ujian yang lebih berat, yaitu ujian-ujian keimanan. Allah akan menguji setiap orang yang beriman, untuk membuktikan apakah orang tersebut betul-betul beriman ataukah hanya sebatas pengakuan bahwa dirinya beriman. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 2-3.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ( ) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia mengira bahwa dirinya bebas untuk mengatakan “kami beriman” sementara mereka tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah mengetahui siapakah orang-orang yang jujur dalam imannya dan siapakah yang dusta dalam imannya.” (QS. Al-Ankabut 2-3)

Ujian sekolah adalah satu bentuk ujian di antara ujian-ujian Allah yang lebih berat yang dihadapkan pada manusia. Namun tidak berarti menyepelekan, akan tetapi supaya tidak berlebihan dalam menyikapai UN. Maka sikap yang selayaknya dilakukan bagi pelajar muslim adalah mempersiapkannya.
Yang pertama adalah Ikhtiar disertai tawakkal.
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab, إختيار)) yang artinya memilih. Imam Ar-Raghib menjelaskan dalam kitabnya Mu'jam Mufradat fi Alfadzil Qur'an, bahwa ikhtiar adalah mencari sesuatu yang ia anggap baik dan mengerjakannya. Artinya seseorang itu berusaha untuk mendapatkan apa yang ia pandang baik.
Tidaklah semata-mata Allah menciptakan kehidupan dan kematian itu kecuali untuk menguji siapa di antara manusia yang paling baik amalnya (usaha/ikhtiarnya). Maka bagaimanakah dalam perkara yang lebih khusus seperti dalam menghadapi ujian. Sudah sepatutnya seorang pelajar dituntut untuk berusaha dalam menghadapi ujian. Karena usaha/ikhtiar adalah langkah awal yang selayaknya dilakukan oleh setiap yang mengharapkan keberhasilan. Sukses tidaklah serta merta turun dari langit. perubahan akan terjadi ketika orangnya mau berusaha untuk berubah. Allah berfirman;
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidaklah mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du: 11).
Namun perlu diingat bahwa ikhtiar harus dibarengi dengan tawakkal. Sebagaimana terdapat dalam surat Ali Imran 159:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
"Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."
Tawakkal asalnya adalah tawakkul (baca : arab) yang berarti i'timad (إعتماد) yaitu penyandaran, penyerahan dan mempercayakan suatu perkara kepada pihak lain. Sebagai mukmin, wajib menyandarkan segala urusan kepada Allah. Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 23. (lihat Mu'jam Mufradat Arragib Al-Ashfahani hal. 604-605)
Dalam Surat Ali Imran diatas, berarti tawakal dilakukan setelah kita berusaha. Yakinlah bahwa orang yang berusaha kemudian bertawakkal kepada Allah, niscaya akan Allah cukupkan urusannya tersebut. Allah berfirman
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (QS. At-Thalaq: 3).

Bentuk tawakkal seorang pelajar yang menghadapi ujian sekolah adalah setelah ia berusaha. Berusaha diwujudkan dengan belajar maksimal, menjaga kesehatannya agar dapat ikut ujian dengan baik, dan mengerahkan semua kemampuan menjawab semua soal ujian. Begitu ia menyerahkan lembar jawaban, maka saat itulah ia bertawakkal kepada Allah akan hasil dari ujiannya tersebut.
Do'a yang diajarkan nabi dalam bertawakkal.
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لَا حَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Dengan nama Allah, aku serahkan semuanya kepada Allah, sebab tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Nya”.

Akhirnya, hasil yang diperoleh dari tawakal setelah berikhtiar itu haruslah dihadapi dengan ikhlas. Yakni menerima dengan lapang dada apapun yang Allah putuskan. Sebab, Dia adalah Yang Maha Tahu atas segala yang berlaku buat kita. KeputusanNya adalah yang terbaik.
Kalau memang tidak lulus Ujian Nasional, padahal sudah berusaha mempersiapkan sedemikian rupa dan belajar dengan baik, maka terimalah dengan ikhlas. yakinlah bahwa Allah pasti punya rahasia di balik itu semua. Yang penting kita telah berusaha, segala keputusan ada di tangan-Nya. Allah berfirman ; "boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216)
Berkata ibnul qoyim rohimahullah 
"Didalam ayat ini terdapat beberapa hikmah, rahasia-rahasia, dan kemaslahatan bagi seorang hamba. -- Tidak ada seorangpun yang mengetahui hari esok, sesungguhnya Allah maha mengetahui dan kalian tidak mengetahui. Sehingga mewajibkan bagi seorang hamba mempunyai beberapa perkara, yaitu:

1. Tidak ada yang hal mendatangkan manfaat dan kebahagiaan kecuali ia harus mengusahakannya walaupun ia anggap itu berat dan menyakitkan. Karena pada akhirnya ia akan mendapatkan kebaikan, kebahagiaan, kelezatan, dan kegembiraan, walaupun jiwanya sangat membenci hal itu tetapi hal itu lebih baik baginya, sebaliknya tidak ada hal yang sangat membahayakan kecuali tatkala ia melanggar larangan-larangan Allah walaupun hawa nafsunya sangat cinta, dan selalu mendorong kepada hal itu. Karena pada akhirnya akan membuahkan kesakitan, kepedihan, kesedihan, keburukan, mushibah.
Orang yang bodoh hanya melihat sesuatu itu pada permulaannya saja, seakan-akan perkaranya selalu susah, sengsara dari awalnya sampai akhir. Sedangkan orang yang yang pintar berakal melihat suatu perkara pada tujuan akhirnya. Dia melihat akhir semua perkara dan kemaslahatan dari perkara itu. Bahwa dibalik itu semua ada kebaikan yang besar bagi dirinya.
2. Diantara rahasia dari ayat ini adalah, mewajibkan bagi seorang hamba untuk selalu menyerahkan perkaranya kepada Yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, mengetahui perkara yang akan datang, serta ridho terhadap keputusan-Nya, serta menjalankan ketentuan yang Allah pilih baginya, diiringi dengan mengharapkan pahala dan kebaikan dari Allah azza wajalla.
3. Dalam hal ini ia tidak boleh mencela, membantah ketentuan Allah azza wajalla. Tidak boleh mengatakan “Allah tidak adil didalam hal ini” , “kenapa Allah berbuat kepadaku seperti ini”, dan lain sebaginya yang berupa kata-kata membantah terhadap ketentuan Allah azza wajalla. Karena bisa jadi kehancuran dan kebinasaannya itu disebabkan apa yang ia senangi tetapi ia tidak tahu. Maka ia harus meminta dan terus meminta kebaikan kepada Alla azza wajalla terhadap musibah yang menimpanya. Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat selain daripada itu.
4. Apabila ia telah menyerahkan semuanya kepada Allah, dan telah ridha dari ketentuan yang Allah pilih baginya, maka Allah akan menolongnya dengan kekuatan dan kesabaran, akan Allah palingkan baginya segala mushibah dan malapetaka dari dirinya. Dan Allah tampakan padanya kebaikan yang banyak, yang sebelumnya belum pernah terjadi padanya.
5. Allah perlihatkan bagi diri hamba tersebut keburukan-keburukan setelahnya, pada setiap keinginannya. Sehingga ia bisa konsentrasi menerima taqdir-ketentuan dari-Nya dan mentadaburi ketentuan Allah yang kadang ia sadari atau tidak. Akan tetapi iapun tidak bisa keluar dari takdir Allah azza wajalla. Kalu seandainya ia ridho menerima ketentuan Allah terhadap dirinya maka ia akan menjadi hamba yang bersyukur dan terpuji dan kalau tidak, maka ia tetap dalam ketentuan Allah, tidak bisa keluar darinya dan diapun menjadi tercela dan celaka karena ia memilih ketentuannya sendiri. Selama ia menyerahkan semuanya kepada Allah serta ridho kepada-Nya maka Allah akan meringankan terhadap musibahnya."
(Lihat al fawaid ibnul qoyim hal 167)

Tentu dalam berikhtiar harus dihindari dari ikhtiar yang dilarang. Seperti ketidak jujuran dan bahkan sampai melakukan hal-hal syirik. Padahal kejujuran merupakan sesuatu yang amat sangat berharga. Saking berharganya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan bahwa kejujuran itu adalah pangkal dari kebaikan. Seseorang yang berlaku jujur, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Sebagai muslim, selayaknya kita nilai keberhasilan UN secara kualitas yang dilaksanakannya dengan kejujuran. Bukankan kualitas itu tidak hanya dinilai dengan angka. Karena kejujuran adalah pangkal kebaikan, kejujuran adalah pangkal kesuksesan. Islam memandang kejujuran adalah modal utama dalam pendidikan. Sebaliknya tidak jujur berarti berdusta. Maka Adakah diantara kita yang sadar bahwa melakukan ketidakjujuran (pelanggaran) dalam ujian termasuk bentuk kedustaan?.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Barangsiapa yang menipu kami maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim).
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa perbuatan menipu ini termasuk dosa besar. karena diancam dengan kalimat: “bukan termasuk golongan kami”. (Syarh Riyadhus Sholihin Syarh hadis Bab: Banyaknya jalan menuju kebaikan) Maka sudah sepatutnya bagi setiap pelajar untuk memegang prinsip kejujuran dan menghindari sikap penipuan.
Kemudian juga tidak sedikit para pelajar malah melakukan usaha yang bertolak belakang dengan syari'at. Mereka mendatangi orang pintar (dukun) untuk menerawang. Ada juga yang sampai melakukan hal yang aneh dengan memakan kitab. Juga ada yang sampai berdzikir ditengah malam dengan membaca wirid beratus-ratus kali yang tidak disyari'atkan.
Kalau kita melihat hasil dari Ujian Nasional beberapa tahun lalau, kerap menghasilkan banyak kegagalan. Kegagalan ini bukan semata ditandai dengan ketidak lulusan, tetapi kegagalan pendidikan yang salahsatunya ditunjukkan dengan sikap pelajar setelah ujian nasional. Mereka corat coret baju, arak-arakan dengan motor, atau bahkan seperti yang dilakukan oleh siswa-siswi smp di Jakarta dan Bekasi yang menggelar pesta bikini selepas UN tahun lalu.

Dari berbagai dilema yang ada itu menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia kurang berhasil. Karena Sesungguhnya salah satu sumber utama kegagalan yang terjadi pada manusia adalah dosa dan maksiat. Allah tegaskan; “Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa..” (QS. As-Syura: 40)
Maka Nasihat selanjutnya kepada para pelajar adalah hendaknya setiap pelajar yang sedang mencari ilmu untuk senantiasa memperbanyak istighfar dan berdo'a kepada Allah. Karena setiap manusia pada dasarnya tidak bisa terhindar dari dosa. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk banyak beristighfar dari kesalahan-kesalah kita. Kita berharap, dengan banyak istighfar, semoga Allah memberi ampunan dan memudahkan kita untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Sebagaimana Allah tegaskan;
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

"Perbanyaklah meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (QS. Hud: 3)
Selanjutnya berdo'alah kepada Allah dengan benar-benar merendahkan diri dan dengan suara yang lembut, agar urusan-urusan kita selalu dimudahkan. Karena sebagai orang yang bertauhid, yakin bahwa do'a merupakan senjata ampuh yang tidak dimiliki oleh orang-orang tak bertuhan. 
wallahu a'lam