Oleh : Husna Hisaba Kholid
Kalimat
“Ar-Rasikhuna fi’l I’lmi” sudah
tidak asing lagi dalam tubuh ikatan pelajar persis. Terlebih kalimat
ini menjadi visi dan lambang semangat perjuangan tersendiri bagi salah
satu organisasi kepelajaran ini. Visi ini penting adanya sebagaimana
Suwaidan dan Basyarahil (2005:41) menuturkan “ Visi merupakan gambaran
pikiran yang membentuk masa depan yang diinginkan” . Namun sayangnya
selama dua tahun lebih berjalan sejak tahun 2010 kalimat ini terasa
hanya sebagai penghias suatu lambang keorganisasian saja, tanpa
menyadari konsep-konsep yang digambarkan oleh Al-Qur’an bagaimanakah
karakteristik dari sifat
“Ar-Rasikhuna fi’I’lmi” itu
.
Selaras dengan perkataan Napoleon Bonaparte (dalam Suwaidan dan
Basyarahil,2005:41) “Seseorang tidak akan mampu membimbing manusia tanpa
menjelaskan masa depan mereka .Pemimpin adalah penjual harapan”
Sehingga wajar saja dalam tataran praktis organisasi ini sulit
menerjemahkan isi makna tersebut kepada para pelajar terlebih kepada
anggota
ikatan pelajar Persis itu sendiri
.
dari perspektif pengalaman
historis tersebut
munculah suatu kesadaran bagi penulis untuk mengangkat makna tersebut
berdasarkan interpretasi-interpretasi para ahli tafsir (khususnya
tafsir
bi’l matsur lihat dalam tafsir ibnu katsir hal 6) berhubung kalimat tersebut disadur dari bahasa
al-quranu’l karim Surat Ali imran ayat 7.
Namun, ada baiknya jika kita memahami terlebih dahulu makna
leksikal (makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks
apapun lihat, dalam
linguistik umum karangan Abdul Chaer 2003 : 289) dari tiap kata yang terdapat dalam kalimat
“Ar-Rosikhuna fi’l ilmi” berdasarkan para ahli
lughoh (linguistik) bahasa arab.
- Analisis Leksikal “Ar-Rosikhuuna fi’l I’lmi”
kalimat
“Ar-Rosikhuuna fi’l I’lmi” jika kita uraikan berdasarkan jenis
kalimat bahasa arab terdiri dari :
- الراسخون (Ar-Rasikhuna) =الإسم (yaitu kata yang menunjukan suatu arti dan tidak terikat dengan waktu, lihat Zakaria 1990 : 2)
- فى (Fi) = الحرف (yaitu kata yang tidak akan di fahami maknanya kecuali berhubung dengan kata yang lainnya, lihat Zakaria 1990 : 2)
- العلم (Al-‘ilmi) = الإسم
Kata
الراسخون (Ar-Rasikhuna) ini adalah bentuk
ismu’l fa’il (kata yang menunjukan pelaku) dari kata رسخ
(rosakho) (lihat bentuk
ismu’l fa’il dalam
kitabu’tashrif karangan A.Hasan hal.30).
Az-Zubaidi (tt:257 jilid 7) menuturkan رسخ
(rosakho)mempunyai makna
ثَبَتَ ) في موضعه" )"
“(tetap) pada satu situasi” pengertian ini serupa dengan pengertian yang dikemukakan oleh Al-Manzhur (tt:18 jilid 3) dalam
lisanul a’rabnya. Sedangkan Ar-Raghib (2010:148) ia menuturkan pengertian رسخ
(rosakho) dengan lebih tegas.
"رسوخ الشيء: ثباته ثباتا متمكنا"
“Rusukhu’syaii”: (bermakna) keteguhannya dangan keteguhan yang kokoh”
Sedangkan في
(Fi) ini adalah salah satu huruf dari sepuluh huruf
jar
sebagaimana penuturan dari Al-Ghulayaini (1989:180), ia pun menuturkan
huruf tersebut memiliki tujuh makna namun “secara hakiki bermakna
Zharfiyah” (keterangan tempat) (lihat penjelasannya dalam
Jami’u’Durus Al-‘arobiyah hal 167 dan 180 jilid 3)
Adapun kata العلم
(Al-‘ilm) Ar-Raghib (2010:258) menuturkan.
"العِلْمُ : إدراك الشيء بحقيقته"
“Al-‘ilmu : (bermakna) menghasilkan sesuatu (sesuai) dengan
hakikat sesuatu itu. Selanjutnya Ar-Raghib (2010:258) membagi ilmu
kepada dua segi.
"والعِلْمُ من وجه ضربان : نظريّ وعمليّ.
فالنّظريّ : ما إذا علم فقد كمل ، نحو : العلم بموجودات العالَم.
والعمليّ : ما لا يتمّ إلا بأن يعمل كالعلم بالعبادات"
“Ilmu dari satu segi terbagi kepada dua bagian :
nazhari dan
a’mali, nazhari : apabila telah diketahui maka sungguh telah sempurna seperti : ilmu pada segala yang ada di alam, adapun
‘amali : ialah ilmu yang tidak akan sempurna kecuali setelah diamalkan seperti ilmu pada ibadah”
Adapun jika ketiga kata ini
(Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi) berada dalam satu kalimat, Az-Zubaidi (tt :257 jilid 7) melanjutkan penjelasannya, jika kata رسخ
(rosakho) ini dikorelasikan dengan kata العلم
(Al’ilm) seperti dalam kalimat
“Ar-rosikhuna fi’l I’lmi” maka kata itu bermakna.
"والرَّاسِخ في العِلْم : الّذي دَخَلَ فيه دُخُولاً ثابتاً"
“Wa’rosikhuna fi’l’ilmi : (bermakna) yang mendalami pada
suatu ilmu dengan pendalaman yang kokoh”. Pengertian ini senada dengan
apa yang dikemukakan oleh Ibnu Manzhur (tt:18 jilid 3). Sedangkan
Ar-Raghib (2010:148) berbeda dengan Al-Manzhur (tetapi secara substansi
sama) ia menuturkan.
"والراسخ في العلم: المتحقق به الذي لا يعرضه شبهة"
“Wa’rosikhuna fi’l’imi: (Bermakna) memiliki (pendirian) yang teguh terhadap ilmu (serta) tidak terpengaruh dengan hal yang
syubhat (samar).
- Analisis Semantik “Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi” dalam surat Ali Imron ayat 7
“ Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya
itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
Mengenai ayat ini Ibnu katsir (1994:460) menuturkan.
“Allah swt mengkhabarkan bahwasannya di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat-ayat yang muhkamat dia itu ialah
ummu’lkitab yaitu
ayat yang terang dan jelas pengertiannya tanpa ada kerancuan di
dalamnya sedikitpun, dan di dalam al-quran pula terdapat ayat-ayat yang
lain yang meragukan kebenarannya kepada kebanyakan manusia atau sebagian
dari mereka, maka barang siapa mengembalikan apa yang meragukan itu
kepada hal yang jelas darinya dan memutuskan yang
muhkam itu kepada yang
mustasyabih maka ia telah mendapatkan
hidayah namun jika sebaliknya maka hal itupun terbalik, oleh karena itu Allah
ta’ala berfirman (
hunna ummu’l kitab) yaitu pokok dari al-quran yang kembali kepada ayat
muhkam di saat meragukan
(wa ukhoru mutsyabihat) yaitu pengertian dari ayat
mutasyabih itu mengandung kesesuaian dengan ayat yang
muhkam, sungguh ia pun mengandung sesuatu yang lain dari segi lafadz dan susunan bukan dari segi yang dimaksud”.
Dalam ayat ini Allah swt. Mengemukakan problematika yang akan di alami oleh kebanyakan manusia mengenai ayat-ayat
mutasyabihat. Maka dari itu Allah swt. memberikan gambaran, sebaik-baiknya keputusan mengenai problematika ini ialah mengimani ayat-ayat
mutasyabihat itu merekalah
“Ar-rasikhuuna fi’l ‘ilmi”.
Az-Zubaidi (tt:257 jilid 7) menuturkan tentang kalimat
“Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi” dalam
surat ali imron ayat 7 tersebut sebagai berikut.
"{ الرَّاسِخُونَ فِى الْعِلْمِ } ( آل عمران : 7 ) وهو مَجاز ، وقيل : هم المُدارِسون في كِتَاب الله"
“
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi: dia itu adalah majaz, dan telah
dikatakan : mereka ialah yang mempelajari kitab Allah”. Pengertian ini
sama halnya dengan pendapat Az-Zuhaily (tt :150 jilid 3) yang
mengemukakan bahwa.
"وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ استعارة أيضا، شبه المتمكنين في العلم بالأشياء الثقيلة الراسخة في الأرض"
“Ar-rasikhuna fil’ilmi itu adalah (bentuk)
isti’aroh juga, penyerupaan orang-orang yang kokoh pada ilmu dengan sesuatu yang berat lagi berakar ke dalam bumi”
Ibnu nujaih (dalam Ibnu Katsir 1994 :463) dari mujahid menuturkan.
"والراسخون في العلم يعلمون تأويله ويقولون آمنا به"
“
Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi ialah mereka yang mengetahui
ta’wilnya dan mengatakan kami beriman dengannya” penuturan Ibnu Nujaih sebagai cirri dari
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi ini selasas dengan perkataan Umar bin Abdul Aziz (dalamAl- baghawi tt:th) yang mengatakan.
"وقال عمر بن عبد العزيز: في هذه الآية انتهى علم الراسخين في العلم بتأويل القرآن إلى أن قالوا آمنا به كل من عند ربنا"
“telah berkata Umar bin Abdul Aziz :dalam ayat ini menunjukan puncak keilmuan yang
rosikh terhadap ilmu dalam metakwilkan al-quran ialah sampai mereka berkata kami beriman dengannya semuanya dari sisi tuhan kami”
Penjelasan Ibnu Nujaih dan Umar bin Abdul Aziz ini menunjukan bahwa seseorang yang memiliki karakteristik
“ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi” itu
berada dalam kepuncakan keilmuan islam sehingga mengikrarkan dirinya
dengan beriman kepada segala sesuatu yang disampaikan oleh Allah swt.
Melalui Rasulullah saw.
Tentulah kiranya untuk zaman sekarang, puncak keilmuan
ini tidak bisa di pandang sebelah mata, selain harus menguasai bahasa
arab, ilmu-ilmu-ilmu yang lainnya sudah semestinya dimiliki oleh orang
yang memiliki karakteristik ini seperti
u’lumu’l quran, musthalah hadits, ushul’fiqh, ilmu tauhid, dan sebagainya
Selanjutnya Al-baghawi (tt:th) melanjutkan penjelasanya.
"قوله تعالى { وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ } أي الداخلون في العلم هم الذين أتقنوا علمهم بحيث لا يدخل في معرفتهم شك"
“firmannya
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi yaitu orang-orang yang
mendalami ilmu yeng mereka itu yakin dengan ilmu mereka dimana tidak ada
keraguan yang mempengaruhinya”. Berdasarkan penjelasan ini sebagai
orang yang memiliki karakteristik
“ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi”maka
ia akan menolak pemahaman-pemahan yang meragukan kebenaran dan
keotentikan islam yang banyak tersebar saat ini seperti sekularisme,
pluralisme dan liberalisme.
Al-baghawi (tt:th) pun menyadur perkataan Anas bin Malik ketika ditanya mengenai ayat ini.
"وسئل مالك بن أنس رضي الله عنه عن الراسخين في العلم قال: العالم العامل بما علم المتبع له"
“telah ditanya Anas bin Malik ra. Tentang
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi
ia berkata : orang yang berilmu lagi mengamalkan berdasarkan apa yang
ia ketahui dengannya” زia pun meneruskan penjelasanya dalam tafsirnya
itu.
"وقيل: الراسخ في العلم من وجد في علمه أربعة أشياء: التقوى
بينه وبين الله، والتواضع بينه وبين الخلق،والزهد بينه وبين الدنيا،
والمجاهدة بينه وبين نفسه"
“telah dikatakan :
ar-rosikh dalam ilmu ialah orang yang mendapatkan ilmunya empat perkara yaitu :
at-taqwa antara dirinya dan antara Allah,
at-tawadlu antara dirinya dengan makhluk,
az-zuhdu antar dirinya dengan dunia, dan
al-mujahadah antara dirinya dengan jiwanya”
Sedangkan Ar-raghib (2010:148) beliau memberikan penjelasan dengan karakteristik dalam surat yang lain yang dimiliki oleh
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi ini, ia menjelaskan bahwa “
ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi ialah yang disifati dengan firman Allah
ta’ala dalam surat al-hujurat ayat 15.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat:15)
Adapun Az-zuhaili (tt:th) memberikan gambaran atas teguhnya keimannan
Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi ini dengan doa yang dinyatakan pada ayat selanjutnya dari surat ali imron ayat 7 sebagai pengokoh keteguhannya, ia menjelaskan.
"ثم ذكر دعاء هؤلاء الراسخين للثبات على فهم المتشابه
وهو: رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنا .. الآية، أي إن الراسخين في العلم
المؤمنين بالمتشابه يطلبون من اللّه الثبات على الهداية، والحفظ من الزيغ
بعد الهداية، وهبة الرحمة والفضل من اللّه، والتوفيق إلى الخير والسداد، إنك أنت الوهاب"
“kemudian dinyatakan doa orang-orang yang
rosikh untuk keteguhan terhadap pemahaman yang
mutasyabih ttersebut dengan doa :tuhan kami janganlah engkau condongkan hati-hati kami….
al-ayat, yaitu sesuangguhnya orang-orang yang
rosikh terhadap ilmu yang beriman kepada yang
mutasyabih
mereka meminta kepada Allah keteguhan atas hidayah, perlindungan dari
condong (kepada kesesatan) setelah (mendapa) hidayah, pemberian rahmat
dan karunia, dan petunjuk kepada kebaikan dan kebenaran, sesungguhnya
engkau maha pemberi”
Berdasarkan penjelasan para
mufasir di atas dapat digambarkan beberapa kakteristik dari
“Ar-rasikhuna fi’l ‘ilmi yang dapat penulis fahami dalam surat ali imron ayat 7 tersebut sebagai berikut:
- Orang-orang Memahami dengan benar kitab Allah swt. dan Sunnah Rasulullah saw serta mengamalkannya.
- Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat
- Orang-orang tidak terpengaruh kepada pemahaman sekularisme, pluralisme dan liberalisme
- Orang-orang yang membenarkan keyakinan islam
- Orang-orang dengan istiqomah mendalami ilmu islam
- Orang-orang yang mempelajari islam untuk meninggikan agama islam dalam keyakinan bukan berada dalam keraguan dan kesesatan
- Orang-orang yang memiliki sifat taqwa kepada Allah swt., tawadlu kepada sesamam manusia ,zuhud terhadap dunia, dan mujahadah terhadap dirinya sendiri
- orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan rasulnya serta berjihad dengan harta dan jiwanya.
- Dan orang-orang yang senantiasa berdo’a
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan
karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya
Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".
."Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk
(menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya".
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji” (Ali imran :8-9)
Wallahu a’lamu bi shawab
Daftar Pustaka
Al-Qur’ani’l karim.
Al-Ghulayain, 1989.
Musthafa, Jami’ud-durus, Beirut. Al-a’rabiyat Al-Manshurat Al-Maktabat Al-‘ashriyat.
Ali,Atabik dan A.Zuhdi Muhdhor.1998.
Kamus Kontemporer :Arab –Indonesia.Yogyakarta. Pondok Pesantren Krapyak.
Al-Asfahani, Ar-Raghib.2002.
Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Qur’an.. Beirut. Daru’l fikr
Chaer, Abdul. 2003.
Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Umar basyarahil, Faishal dan Thariq M.Suwaidan. 2005.
Melahirkan Pemimpin Masa Depan. Penerjemah : M.Habiburahim.
Jakarta. Gema Insani.
Hasan.A.tt.
kitabu’tashrif. Bangil. Rabani bangil.
Ibnu Al-Manzhur.1988.
Lisanu’l A’rab. Beirut. Daru’l- Ihyau’t Turats Al’A’rabiy.
Ibnu katsir. 1994.
Tafsiru’l qurani’la’zhim. Kuwait. Maktabah daru’l faiha
Munawwir, Ahmad Warson.1997.
Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta. Pondok Pesantren Al-Munawwir.
Zakaria,A.1997.
al-kaafi fi Ilmi’ Sharfi. Garut.Pesantren Persatuan Islam Garut.
Tafsir Al-munir, Tafsir Al-baghawi,
taaju’l a’rus, yang penulis sadur dari Maktabah syamilah.