Pemimpin Responsif[1]
Oleh: Rifqi Azhar Nugraha[2]
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي
سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ
عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Telah
menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu'aib]
dari [Az Zuhriy] berkata, telah menceritakan kepadaku [Salim bin 'Abdullah]
dari ['Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma] bahwa dia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan
akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam (kepala
Negara) adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.
Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung
jawaban atas orang yang dipimpinnya. Seorang isteri di dalam rumah tangga
suaminya adalah pemimpin dia akan diminta pertanggung jawaban atas siapa yang
dipimpinnya. Seorang pembantu dalam urusan harta tuannya adalah pemimpin dan
dia akan diminta pertanggung jawaban atasnya. Dia berkata; "Aku mendengar
semuanya ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan aku menduga Nabi shallallahu
'alaihi wasallam juga bersabda: "Dan seseorang dalam urusan harta ayahnya
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atasnya. Maka setiap
kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan diminta pertanggung jawaban atas
yang dipimpinnya ".[3]
Kepemimpinan
menjadi objek materi dan diskusi yang tidak pernah mati, sejak manusia
diciptakan hingga hari ini kepemimpinan tidak pernah diabaikan dari peradaban.
Sehingga teori kepemimpinan menjadi objek yang sangat penting untuk dibahas di
seluruh lingkungan, selain daripada itu Allah tanamkan sifat kepemimpinan dalam
diri setiap makhluk hidup, manusia maupun binatang. Sebagai hewan yang
berpikir, manusia diberi amanah sebagai khalifah di muka bumi melalui Q.S
Al-Baqarah [2] ayat ke 30. Oleh sebab itu, bahasan tentang kepemimpinan ini
begitu penting untuk dikaji.
Kata pemimpin
identik dengan ketua dalam satu organisasi, komunitas, kelompok, dll. Padahal
nyatanya pada saat ini, setiap pemimpin tidak selalu menjadi ketua, dan setiap
ketua tidak selalu menjadi pemimpin. Itu sering terjadi saat anggota dari suatu
kelompok tidak memilih sosok pemimpin yang harusnya menjadi ketua dengan benar,
akan ada banyak faktor konspirasi politik mengenai itu. Untuk meminimalisir hal
itu maka perhatikanlah hadits yang diriwayatkan bukhari di atas, jika seluruh
anggota menjadi pemimpin maka ketua terpilih adalah pemimpin yang terbaik dari
sekian pemimpin yang ada. Artinya seorang pemimpin sebelum ditunjuk menjadi
pemimpin, ia harus paham betul mengenai kepemimpinan, dengan kata lain ia dapat
memimpin dirinya sendiri, dan anggota yang dapat memimpin dirinya sendiri dapat
memilih pemimpin dengan baik.
Kepemimpinan bukan
hanya membahas teori memimpin suatu kelompok, benang merah dari semua itu
adalah memimpin dirinya sendiri. Bagaimana bisa seorang pemimpin organisasi
tidak bisa memimpin dirinya sendiri? Tentu saja akan sangat konyol. Pada
hakikatnya kepemimpinan adalah manajemen diri, ia mampu mengatur dirinya
sendiri, mengarahkan dirinya kepada hal yang postitif, mensukseskan dirinya
sendiri dan memotivasi dirinya sendiri. Setelah itu barulah ia akan menjadi
pemimpin yang ideal di ranah organisasi.
Menurut Andrew J.
Dubrin dalam bukunya The Complete Ideal’s Guide Leadership: “Kepemimpinan
adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan
organisasi dalam rangka mencapai tujuan.”[4]
Pemimpin adalah entitas terpenting dalam organisasi, jika organisasi
dianalogikan sebagai komputer maka pemimpin adalah pengguna dari komputer itu.
Bahkan ia tidak hanya pengguna, ia adalah administrator yang mempuyai hak penuh
atas apa yang ada dalam komputer. Maka pemimpin ini dapat mengatur langkah
pergerakkan dari organisasi, ia dibantu dengan entitas lain, namun semua
keputusan ada ditangannya.
Konsep kepemimpinan yang ideal adalah saat seorang pemimpin
mempunyai karakter responsif dalam dirinya, dia paham masalah internal dan
external untuk organisasinya. Bahkan dia bisa paham keadaan psikologis dari
anggota-anggotanya, sehingga dia dapat memberikan intruksi yang tepat sasaran
kepada anggota-anggotanya. Pemimpin responsif adalah pemimpin yang mampu
memberikan solusi terhadap permasalahan dilingkungannya, dia senantiasa menjadi
pionir atau yang mengambil langkah pertama untuk menyelesaikan masalah itu.
Pemimpin responsif adalah orang yang paling paham atas situasi dan
kondisi lingkungannya dan secara tepat dan cepat mampu memberikan tanggapan
atau pendapat mengenai masalah itu. Jika responsif sudah ada dalam diri setiap
pemimpin, tidak mustahil pemimpin ini akan menjadi agen pembaharu. Karena
responsif adalah karakter yang diiringi dengan sifat progresif dan visioner, sehingga
pemimpin ini nantinya akan menjadi revolusioner dan berjiwa transformatif.
Konsep membentuk kepemimpinan yang responsif ini hanya akan menjadi
gagasan utopis belaka, jika seorang pemimpin tidak dapat melakukan pola
komunikasi interpersonal. Organisasi dibentuk bukan hanya untuk bekerja,
melainkan juga untuk saling mengenal dan menumbuhkan perasaan emosional. Tanpa
perasaan itu, biasanya anggota akan jenuh dan merasa hambar untuk aktif di
organisasi ini, perasaan ini membantu efektifitas penyampaian informasi dan
arahan kerja. Sering sekali kecanggungan terjadi dalam organisasi baik dari
pimpinan ke anggota, apalagi dari anggota ke pimpinan, maka dengan adanya
perasaan emosional kecanggungan itu dapat diatasi karena keterbiasaan
berkomunikasi.
Keakraban antar anggota sangat penting untuk ketercapaian suatu
program, dengan perasaan ini biasanya program yang dijalankan lebih luwes, dan
tidak canggung. Informasi yang disampaikan dan diterima bagi penerima akan
lebih mudah dipahami, baik secara formal dalam forum musyawarah atau informal.
Dr. Arni dalam bukunya Komunikasi Organisasi menjabarkan pengertian
dari komunikasi interpersonal, adalah proses pertukaran informasi di antara
seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua
orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Dengan bertambahnya orang yang
terlibat dalam komunikasi, menjadi bertambahlah persepsi orang dalam kejadian
komunikasi sehingga bertambah komplekslah komunikasi tersebut. Komunikasi
interpersonal adalah membentuk hubungan dengan orang lain.[5]
Efektifitas komunikasi interpersonal dapat dicapai dengan
pendekatan yang efektif pula, dalam pendidikan ada peribahasa “10 murid sama
dengan 10 warna”. Hal itu dapat juga diterapkan dalam organisasi, seorang
pemimpin jika sudah mengenal karakter setiap anggotanya, maka komunikasi yang
disampaikan pun akan lebih mudah diterima. Maka pendekatan emosional sangat
dibutuhkan dalam hal ini, agar seorang pemimpin kepada anggota, atau anggota
kepada anggota yang lain dapat behubungan lebih intim, dan tidak ada
kecanggungan dalam menyampaikan informasi.
Setiap orang tentu mempunyai masalahnya masing-masing, tidak
menjadi masalah jika ada anggota yang mengungkapkan masalahnya untuk meminta
solusi atau bahkan hanya sekedar bercerita, walaupun tidak ada hubungannya sama
sekali dengan perkembangan organisasi. Justru itu adalah cara yang sangat
efektif untuk meningkatkan kepercayaan sesama anggota, dan membuat anggota yang
bercerita merasa nyaman untuk tetap aktif dalam organisasi tersebut.
Di dalam dunia politik, para pelaku politik yang sukses adalah
mereka yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi. Mampu meyakinkan
orang lain, dan mampu memperluas jaringan komunikasi politiknya. Betapa banyak
orang yang cerdas tapi tidak mampu berkomunikasi sehingga kecerdasannya tidak
akan memberikan pengaruh bagi orang lain. Itulah sebabnya di dalam dunia manajemen
dikenal sebuah istilah, “Leadership is Communication!”[6]
Karakter terpenting yang harus ada dalam diri setiap pemimpin
adalah pemimpin mempunyai ilmu yang tinggi, namun dia juga seorang organisator.
Kepemimpinan akan berat sebelah jika intelektual ditinggikan namun tata cara
berorganisasi diabaikan, begitu pula sebaliknya. Organisasi-organisasi yang
hari ini sudah besar mereka paham betul bagaimana lintasan berorganisasi,
pergerakkan mereka terlihat masif dan efisien. Namun masih saja diberitakan
kebobrokan moral mereka, itu dikarenakan kapasitas intelektual mereka tidak
dibarengi dengan bagaimana mereka berorganisasi. Ada pula organisasi dengan
anggota-anggota yang cerdas, akhlak yang mulia namun mereka tidak pernah berkembang
walaupun sudah beberapa tahun lamanya. Hal itu dapat terjadi saat organisasi
seperti ini tidak paham atas jalannya organisasi, tidak memperbanyak relasi
dengan tokoh berpengaruh, dan tidak melakukan komunikasi yang efektif.
Organisasi bertujuan untuk membangun peradaban intelektual, maka
pemimpin adalah orang yang paling besar andilnya, dia adalah otak yang mengatur
segala rencana strategi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Jika
seorang pemimpin adalah seorang komunikator yang baik, maka orang yang dia
pimpin akan terus termotivasi untuk mencapai tujuan itu. Menurut Mike Pegg
setiap pemimpin harus mempunyai sifat-sifat berikut ini dalam dirinya, karisma,
kepedulian, komitmen, kejelasan, komunikator, konsisten, kreatif, kompeten,
keberanian, kenekatan.[7]
Disiplin adalah syarat sakral yang harus ada dalam pemimpin,
anggota tidak akan pernah disiplin jika pemimpinnya tidak disiplin. Bahkan jika
seorang pemimpin ini muslim pastilah dia harus memiliki kedisiplinan yang
tinggi, benang merah dari ajaran Islam salah satunya adalah kedisiplinan.
Disiplin atas pekerjaannya, dan disiplin pula atas apa yang ia ucapkan maka
anggota pun senantiasa akan mengikuti kedisiplinannya.
الَّذِينَ
يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ[8]
“yaitu)
orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian”.
Islam
sanat membenci sikap kemunafikan, kebohongan, dan penipuan. Sebaliknya, Islam
sangat memuliakan sikap amanah. Karena itu, harus dibudayakan secara
bersunngguh-sungguh agar kita memiliki sifat sikap pelayanan (servitude)
yang amanah, yaitu bertemunya janji atau komitmen dengan pembuktian (delivery).
Mereka yang tidak memberikan janji tapi dapat melayani atau membuktikan
pelayanannya termasuk kategori “prudent” (rendah hati), sedangkan yang
paling berbahaya adalah tipe yang ketiga yaitu banyak janji tapi tidak
membuktikan janji-janjinya tersebut sehingga termasuk dalam tipe “liar”
(pembohong). Adapun mereka yang tidak memiliki motivasi dan tidak pula
terpanggil untuk membuktikan jati dirinya, maka jelaslah “orang tersebut sudah
mati sebelum mati”.[9]
Seorang
pemimpin yang berbasis muslim akan lebih responsif dengan diiringi beberapa
sifat yang sudah dijelaskan, karena pemimpin ini mencontoh langsung apa yang
menjadi sifat Rasulullah, yaitu: Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
[1]
Disampaikan pada acara pengkaderan IPP & IPPi Daerah Kab. Bandung
(ROFI/Rosikhuuna Fil ‘Ilmi) pada tanggal 6 Maret 2015 di Qarnul Manazil
Pesantren Persatuan Islam 84 Ciganitri
[2] Tasykil
Dep. Komunikasi & Informasi di Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persis Masa
Jihad 2013-2015
[3] Hadits
Riwayat Bukhari, Bab 31 Gadai, No. 2371
[4] Dubrin,
Andrew J. 2009. “The Complete Ideal’s Guides: Leadership” Jakarta: Prenada. Hal
4
[5] Muhammad,
Arni. 2011. “Komunikasi Organisasi”. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 158
[6]
Tasmara, Toto. 2011. “Yahudi mengapa mereka berprestasi?”. Jakarta: Sinergi.
Hal 241-242
[7]
Pegg, Mike. 1994. “Kepemimpinan Positif”. Jakarta: Sapdodadi
[8]
Qur’an Surat Ar-Ra’d [13]: ayat 20.
[9] Op
Cit. Hal 221
EmoticonEmoticon