When The Morality Conflicted With The Organization Idealism

 Oleh: Zamzam Aqbil Raziqien (Koordinator Dept. SDMO)
Ketika Akhlak kita berbenturan dengan Idealisme Organisasi maka akan lahir sebuah teori yang dinamakan Galau Fii Sabiilillah.

Itulah yang terjadi pada diri saya sebagai ketua departemen kaderisasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persis. Saya tahu dan banyak belajar dari orang lain bahwa kaderisasi adalah jantung dari sebuah kehidupan organisasi agar dapat melakukan re-generasi kader, estafet kepemimpinan, perputaran roda organisasi dan lain sebagainya. Maka ketika departemen ini di isi oleh orang-orang yang lemah pemikirannya, jelek integritasnya, buruk akhlaknya maka dampak yang timbul bukan terhadap personal petugas kaderisasi namun berdampak pada paradigma organisasi di mata orang lain, baik internal ataupun eksternal. Inilah yang terjadi di tubuh IPP karena kaderisasi IPP saat ini di pimpin oleh orang yang lemah pemikirannya, buruk akhlaknya dan jelek integritasnya.

Kaderisasi adalah wadah sentral yang sangat sensitif, ketika kita ingin melihat sebuah organisasi arahnya kemana maka kita tinggal melihat siapa orang yang menjadi ketua departemen kaderisasi dan bagaimana latar belakangnya, maka sudah dapat kita menilai bahwa organisasi itu akan di bawa ke mana. Maka seorang pemimpin atau ketua organisasi harus senantiasa berhati-hati dalam menempatkan seseorang di departemen kaderisasi, harus sangat selektif tidak boleh sembarangan apalagi dengan alasan karena sudah lama dekat. Namun harus di nilai secara betul historis pendidikannya, referensi bacaannya, pemikirannya dan terutama adalah akhlaknya.

Saya belajar banyak mengenai pengkaderan dari berbagai macam buku yang saya baca, dari mulai buku-buku yang bersifat teori, bersifat praktis, bersifat ideologis, sampai buku yang bersifat radikal dan fanatic terhadap gerakannya sendiri. Sampai munculah kesimpulan dalam diri saya, tatkala saya menggabungkan isi buku dengan pengalaman hidup berorganisasi bahwa orang-orang kaderisasi harus senantiasa memiliki pemikiran radikal terhadap ideologi organisasi tersebut, ia harus dapat menginterpretasikan sebuah manhaj kaderisasi dalam akhlaknya sehari-hari, dan ia harus mampu menjadi prototype bagi semua kader bahwa idealnya seorang kader adalah departemen kaderisasi.

Orang-orang kaderisasi harus senantiasa menjungjung tinggi idealisme gerakan dan pemikiran organisasi. Ia menjadi orang yang paling depan menyuarakan standarisasi yang tinggi dalam sebuah kebijakan. Walau pada akhirnya ia adalah orang yang kurang disukai karena mematok standarisasi yang terlalu tinggi atau istilah lainnya so idealisme, tapi itulah tugas seorang kaderisasi, so idealisme yang nantinya berujung pada idealisme yang sesungguhnya.

Semua idealisme seorang kaderisasi yang saya gambarkan di atas sangat jauh dengan diri saya pribadi, yang saat ini masih di amanahi ketua dep.kaderisasi PP IPP. Itulah dimana saya mengatakan bahwa akhlak saya sehari-hari berbenturan dengan nilai-nilai idealisme Ikatan Pelajar Persis. Saya menyadari bahwa selama ini saya hidup dalam kemunafikan, di depan IPP saya menunjukan sikap idealisme saya, namun dibelakang IPP saya menghianati dengan akhlak buruk saya.

Saya heran sama ketua Umum IPP yang sekarang, kenapa dulu beliau menempatkan saya di ketua departemen kaderisasi, padahal dulu saya adalah orang yang paling dicurigai akan menggiring IPP ke ranah politik praktis. Sudah saya peringatkan berkali-kali resiko ketika saya di tempatkan di dep. kaderisasi bahwa akan banyak prespektif miring terhadap IPP, namun hal ini juga tidak merubah ke-egoisannya untuk memberikan amanah berat ini kepada saya. Beliau juga tahu akhlak saya seburuk apa, karena selama 6 tahun kita bersama menimba ilmu dalam satu sekolah, namun tetap beliau memberikan amanah itu pada saya, harapan saya adalah agar Allah cepat-cepat membukakan mata hatinya agar ia sadar bahwa saya tidak pantas memegang lagi amanah suci ini.

Namun semua itu ternyata tak lepas dari pelajaran yang Allah berikan terhadap saya. Allah membuat diri saya malu akan kepercayaan yang saudara Husna berikan terhadap saya, sehingga saya sedikit demi sedikit menanggalkan amanah saya di organisasi lain, saya sedikit demi sedikit mereduksi pemikiran saya yang telah banyak terkontaminasi dengan konsep praktis dan pragmatis dan saya mulai menyesuaikan pemikiran, ide dan gagasan sesuai dengan visi misi saudara Husna sebagai ketua umum IPP.

Saat ini secara ide dan gagasan pemikiran dan gerak lapangan saya pikir diri saya sejalan dengan IPP yang sekarang. Namun ketika melihat betapa buruknya akhlak saya yang sekarang, saya merasa sangat bersalah terhadap IPP, sulit mengintegrasikan antara akhlak dengan idealisme gerakan dengan ideologi gerakan dengan paradigma gerakan dengan manhaj kaderisasi dan lain sebagainya. Ingin rasanya mengundurkan diri dari IPP sebelum Allah tampakan aib saya di depan mata semua orang. Saya sangat takut dengan surat Ash-shaff ayat 3, berjibaku pemikiran membuat suatu konsep gerakan namun saya sendiri tidak melaksanakannya, na’udzubillahi min dzalik.

Namun hidup adalah sebuah pilihan, dan pilihan itu hanya ada dua, hidup sebagai pahlawan atau mati sebagai pecundang. Saya menyadari bahwa dosa-dosa saya adalah alasan mengapa wajibnya saya ber-IPP, sehingga IPP menjadi sebuah peringatan terhadap sayaakan sebuah dosa yang akan saya lakukan. Dan saya sadar bahwa IPP akan terus berjalan dengan atau tanpa saya, ini adalah kata kata yang sering saya ucapkan terhadap teman-teman angkatan 2011 tahun lalu dimana PP IPP mengalami degradasi akuntabilitas yang signifikan, yang pada akhirnya kata-kata itu berlaku juga bagi diri saya pribadi, sehingga timbulah sebuah kesimpulan bahwa, IPP tidak membutuhkan saya, tapi saya yang membutuhkan IPP.

Arraasikhuuna Fil’Ilmi.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
Biri Rachman
31 Mei 2014 pukul 07.38 delete

Kalau saya melihat kualitas akhlaq, kadar keilmuan serta militansi saya ber-IPP, tentu sudah sejak hari pertama saya memundurkan diri dari posisi sekjen. Karena sangat amat tidak pantas seorang sekjen IPP adalah orang seperti saya.
Namun saya melihat IPP (Persis) bukan hanya sebatas sebuah organisasi, tetapi juga merupakan jalan hidup. Saya yakin orientasi kita masuk IPP (Persis) bukan hanya sebatas, menambah pengalaman, menambah teman dll seperti kita masuk organisasi-organisasi yang lain, tetapi kalau boleh digeneralisir, tujuan kita masuk IPP (Persis) adalah karena ingin selamat dunia akhirat.
Itulah mengapa kita harus tetap bertahan dan memperjuangkan IPP. Terlebih tujuan IPP begitu mulia (Terwujudnya generasi Ar-Rasikhuuna Fil 'Ilmi). Konsekuensinya, kita harus siap ditempatkan dalam posisi apapun. Saya yakin, ketua tidak akan menempatkan seseorang dalam bidang tertentu secara sembarang.
Setiap orang memang punya kelemahan. Tapi apakah kelemahan itu agar kita berhenti berjuang? :)

Reply
avatar
عبد المعز
31 Mei 2014 pukul 07.39 delete

"HAKIKAT" sja.... :) Dzikir dalam Dzikir..!!!

Reply
avatar